Sejarah Perkembangan Filsafat Estetika
APA YANG DIMAKSUD
DENGAN ESTETIKA?
Estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni merupakan bagian dari estetika yang khusus membahas karya seni.
pengertian estetika menurut para Ahli:
Estetika merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedangkan filsafat seni merupakan bagian dari estetika yang khusus membahas karya seni.
pengertian estetika menurut para Ahli:
Estetika
merupakan cabang filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan kaya estetis
(Jhon Hosper, dalam Estetika Terapan, 1989).
Estetika
adalah segala sesuatu dan kajian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kegiatan seni (Kattsoff, Element of Philosophy, 1953).
Estetika
merupakan kajian filsafat keindahan dan juga keburukan (Jerome Stolnitz,
Encylopedia of Philoshopy, Vol. 1).
Manusia
pada umumnya menyukai sesuatu yang indah, baik terhadap keindahan alam maupun
keindahan seni. Keindahan alam adalah keharmonisan yang menakjubkan dari
hukum-hukum alam yang dibukakan untuk mereka yang mempunyai kemampuan untuk
menerimanya. Sedangkan keindahan seni adalah keindahan hasil cipta manusia
(seniman) yang memiliki bakat untuk menciptakan sesuatu yang indah. Pada
umumnya manusia mempunyai perasaan keindahan. Rata-rata manusia yang melihat
sesuatu yang indah akan terpesona. Namun pada hakikatnya tidak semua orang
memiliki kepekaan terhadap keindahan itu sendiri. Keindahan tentang seni telah
lama menarik perhatian para filosof mulai dari zaman Plato sampai zaman modern
sekarang ini.
Teori
tentang keindahan muncul karena mereka menganggap bahwa seni adalah pengetahuan
perspektif perasaan yang khusus. Keindahan juga telah memberikan warna
tersendiri dalam sejarah peradaban manusia. Oleh karena itu dalam makalah ini
penulis akan membahas pengertian estetika, sejarah perkembangan estetika, serta
hubungan antara manusia dengan estetika. Mengenal Pengertian Estetika
Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan. Bagaimana
keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi
penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu
berkaitan dengan baik dan buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah
dan benar seperti dalam epistemologi. Secara etimologi, estetika diambil dari
bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh
indra. Estetika membahas refleksi kritis yang dirasakan oleh indera dan memberi
penilaian terhadap sesuatu, indah atau tidak indah, beauty or ugly.
Estetika
disebut juga dengan istilah filsafat keindahan. Emmanuel Kant meninjau
keindahan dari 2 segi, pertama dari segi arti yang subyektif dan kedua dari
segi arti yang obyektif. a. Subyektif: Keindahan adalah sesuatu yang tanpa
direnungkan dan tanpa sangkut paut dengan kegunaan praktis, tetapi mendatangkan
rasa senang pada si penghayat. b. Obyektif: Keserasian dari suatu obyek
terhadap tujuan yang dikandungnya, sejauh obyek ini tidak ditinjau dari segi
gunanya. Bagi Immanuel Kant , sarana kejiwaan yang disebut cita rasa itu
berhubungan dengan dicapainya kepuasan atau tidak dicapainya kepuasaan atas obyek
yang diamati. Rasa puas itu pun berkaitan dengan minat seseorang atas sesuatu.
Suatu
obyek dikatakan indah apabila memuaskan minat seseorang dan sekaligus menarik
minatnya. Pandangan ini melahirkan subyektivisme yang berpengaruh bagi
timbulnya aliran-aliran seni modern khususnya romantisme pada abad ke-19.
Menurut Al-Ghazali, keindahan suatu benda terletak di dalam perwujudan dari
kesempurnaan. Perwujudan tersebut dapat dikenali dan sesuai dengan sifat benda
itu. Disamping lima panca indera, untuk mengungkapkan keindahan di atas Al
Ghazali juga menambahkan indra ke enam yang disebutnya dengan jiwa (ruh)
yang disebut juga sebagai spirit, jantung, pemikiran, cahaya. Kesemuanya dapat
merasakan keindahan dalam dunia yang lebih dalam yaitu nilai-nilai spiritual,
moral dan agama. Kaum materialis cenderung mengatakan nilai-nilai berhubungan
dengan sifat-sifat subjektif, sedangkan kaum idealis berpendapat nilai-nilai
bersifat objektif. Andaikan kita sepakat dengan kaum materialis bahwa yang
merupakan nilai keindahan itu merupakan reaksi-reaksi subjektif, maka benarlah
apa yang terkandung dalam sebuah ungkapan “Mengenai masalah selera tidak perlu
ada pertentangan”.
Sama
seperti halnya orang-orang yang menyukai lukisan abstrak, jika sebagian orang
mengatakan lukisan abstrak aneh, maka akan ada juga orang yang mengatakan bahwa
lukisan abstrak itu indah. Reaksi ini muncul dalam diri manusia berdasarkan
selera. Pada akhirnya pembahasan estetika akan berhubungan dengan nilai-nilai
sensoris yang dikaitkan dengan sentimen dan rasa. Sehingga estetika akan
mempersoalkan teori-teori mengenai seni. Dengan demikian estetika merupakan
sebuah teori yang meliputi
a. Penyelidikan mengenai sesuatu yang indah
b. Penyelidikan mengenai prinsip-prinsip yang
mendasari seni
c. Pengalaman yang
bertalian dengan seni, masalah yang berkaitan dengan penciptaanseni, penilaian
terhadap seni dan perenungan atas seni.
Dari
pernyataan di atas, estetika meliputi tiga hal yaitu fenomena estetis, fenomena
persepsi, fenomena studi seni sebagai hasil pengalaman estetis. Sejarah
Perkembangan Estetika Pada zaman Yunani Kuno sampai masa-masa kemudian
filsafat keindahan menjadi begian dari metafisika (yakni cabang filsafat yang
membahas persoalan-persoalan tentang keberadaan dan seluruh realita). Banyak
metode dan istilah metafisika dipergunakan dalam filsafat keindahan. Filsuf
yang mulai banyak membahasnya adalah Socrates (496-399 SM) dan Plato (427-347
SM).
Istilah-istilah
yang mereka pakai lebih umum sifatnya. Aristoteles, filsuf yang pernah menjadi
guru Iskandar Agung, mempergunakan istilah Poetika. Kemudian hari muncul
istilah-istilah seperti “art” dan “humaniora” yang mana istilah ini di
negara-negara pemakai bahasa Inggris masih dijunjung tinggi bahkan dipakai
sebagai nama jurusan The Humanities (yang menjadi orang muda lebih manusiawi).
Estetika di dunia Barat sama tuanya dengan filsafat. Khususnya dalam filsafat
Plato. Masalah estetika memainkan peranan yang sangat penting. Keindahan yang
mutlak menurut Plato hanya terdapat dalam tingkatan ide-ide dan dunia ide yang
mengatasi kenyataan.
Itulah
dunia ilahi yang tidak langsung terjangkau oleh manusia, tetapi yang paling
mendekati deskripsi para filsuf adalah pendekatan melalui dunia ide dengan
harmoni yang ideal (Teeuw, 347:1984). Dick Hartoko dalam bukunya Manusia dan
Seni (1986: 15-17 ) mengemukakan perihal estetika yang meliputi pengertian dan
juga asal kata dari istilah tersebut pertama-tama mengungkap Istilah anastesi
yang terdiri atas dua bagian: “an” yang berarti “tidak” dan “aesthesis” berarti
yang berarti “perasan, pencerapan, persepsi”. Jadi dapat disimpulkan bahwa
tugas ahli anasthesi itu supaya pasien yang menjalani operasi bedah tidak
merasakan sakit atau justru bisa tidak sadar diri. Kata “aesthesis” berasal
dari bahasa Yunani dan berarti pencerapan, persepsi, pengalaman, perasaan,
pemandangan. Kata ini untuk pertama kali dipakai oleh Alexander Gottlieb
Baumgarten (1714-1762).
Filsafat
estetika pertama kali dicetuskan oleh Alexander Gottlieb Baumgarten (1975) yang
mengungkapkan bahwa estetika adalah cabang ilmu yang dimaknai oleh perasaan.
Walau begitu, dalam sejarah falsafah, tokoh yang paling berjasa merumuskan dan
membangun pengertian estetika sebagai bidang falsafah adalah Hegel (1770-1831)
seorang filosof idealis Jerman yang pemikirannya sangat berpengaruh pada abad
ke-19 dan 20. Hegel inilah yang terutama sekali menghubungkan estetika dengan
seni, sehingga pada abad ke-19 estetika tidak berkembang semata-mata sebagai
falsafah keindahan, tetapi menjelma menjadi semacam teori seni . Filsafat
estetika adalah cabang ilmu dari filsafat aksiologi, yaitu filsafat nilai.
Istilah aksiologi digunakan untuk memberi batasan kebaikan yang meliputi etika,
moral, dan perilaku.
Adapun
estetika yaitu memberi batasan mengenai hakikat keindahan atau nilai keindahan.
Baumgarten masih memasukkan pengalaman tentang keindahan dalam ilmu
pengetahuan, namun ia merasa perlu untuk menciptakan sebuah istilah
tersendiri guna menunjukkan bahwa pengetahuan ini lain dari yang lain. Istilah
ini juga berbeda dengan pengetahuan akal budi semata-mata. Puncak awal
perkembangan estetika sebagai salah satu bidang falsafah yang penting tampak
pada pemikiran Immanuel Kant (1724-1784) Semenjak Kant, pengetahuan tentang
keindahan atau pengalaman estetika tidak dapat ditempatkan di bawah payung
logika atau etika, namun istilah estetika tetap dipertahankan.
Adapun
yang dimaksudkan dengan istilah itu ialah cabang filsafat yang berurusan dengan
keindahan. Maka Alexander Gottlieb Baumgarten mengembangkan filsafat estetika
yang didefinisikannya sebagai ilmu pengetahuan tentang keindahan. Hal ini
dituangkan melalui karyanya yang berjudul Aesthetica Acromatica (1750-1758). Hubungan
Antara Manusia dan Estetika Berbicara mengenai penilaian terhadap
keindahan maka setiap dekade dan setiap zaman memberikan penilaian yang berbeda
terhadap sesuatu yang dikatakan indah.
Jika
pada zaman romantisme di Perancis keindahan berarti kemampuan untuk
menyampaikan sebuah keagungan, lain halnya pada zaman realisme, keindahan
mempunyai makna kemampuan untuk menyampaikan sesuatu apa adanya. Sedangkan di
Belanda pada era de Stjil keindahan mempunyai arti kemampuan
mengkomposisikan warna dan ruang juga kemampuan mengabstraksi benda. Para Kawi
zaman dahulu memakai kata Kalangwan atau Lango. Menurut professor Zoetmulder,
tak ada satu bahasa yang demikian kaya akan istilah-istilah untuk mengungkapkan
pengalaman estetika itu seperti bahasa Jawa Kuno.
Bahkan
dalam kalangan para penyair itu, keindahan dan pengalaman estetik dianggap
sebagai sesuatu yang berasal dari surga yang pantas di sambut dengan sikap
religius dan kebaktian “a real cult of beauty”. Bahkan membuat seni, menggubah
syair, dianggap sebagai suatu tindakan kebaktian. Akhirnya, manusia akan
merasakan keindahan jika menyukai atau menyenangi sesuatu. Akan tetapi hal ini
tidak mungkin berdampak baik dan buruk karena tidak bisa ditebak apa yang
manusia sukai. Manusia pada hakikatnya menyukai kebaikan akan tetapi tidak
menutup kemungkinan bahwa manusia juga menyukai keburukan yang termasuk
perilaku menyimpang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar