Filsafat Jiwa Pada Manusia
Banyak
literatur mengatakan bahwa hampir seluruh realitas terdiri dari dua sisi yang
berbeda tetapi saling melengkapi. Seperti halnya sebuah uang logam, dikatakan
satu realitas jika kedua sisinya ada. Ketidak-adaan salah satu sisinya,
menjadikan uang logam tersebut tidak menjadi satu uang logam. Melainkan sebelah
uang logam. Begitupun realitas yang lain, dikatakan satu realitas jika lengkap
kedua sisinya. Ada yang mengatakan terdiri dari esensi dan eksistensi, ada juga
yang mengatakan terdiri dari jasmani dan rohani, ada juga yang mengatakan jiwa
dan raga.
Namun
pada praksisnya, keberadaan sisi yang satu sering diragukan. Hal ini terjadi,
karena keberadaannya bersifat abstrak. Sehingga sulit untuk dibuktikan secara
empiris. Apalagi setelah konsep ilmiah yang disepakati, mengharuskan unsur
empiris sebagai syarat sesuatu dikatakan benar secara ilmiah.
Jiwa,
sebagai salah satu bagian dari realitas yang bersifat abstrak sudah sering
menjadi bahan kajian para ilmuwan terutama filosof. Kebaradaannya yang bersifat
abstrak mengharuskan filosof memutar rasio untuk menemukan konsep pemikiran
yang utuh dalam menjelaskannya. Terlebih lagi bagi para pemikir muslim yang
sudah memiliki konsep jelas mengenai keberadaan jiwa dalam lieratur keislaman,
namun masih memerlukan pembuktian.
Terdapat
2 aliran berbeda dalam filsafat manusia tentang jiwa manusia, yaitu Monisme dan
Dualisme
Monisme
Merupakan aliran yang
menolak pandangan dualisme. Badan dan jiwa merupakan satu substansi.
Monisme memiliki 3
bentuk:
Ø Materialisme
o materi sebagai
dasar bagi segala hal yang ada, disebut juga fisikalisme. Termasuk jiwa,
bersumber dari materi
Ø Teori Identitas
o perbedaan jiwa
dan badan hanya pada arti, bukan referensi. Mengakui aktivitas mental manusia.
Badan dan jiwa merupakan elemen yang sama
Ø Idealisme
o mengatakan bahwa
ada hal yang tidak dapat diterangkan berdasarkan materi, seperti pengalaman,
nilai dan makna. Rene Descartes dengan "cogito ergo sum" nya
merupakan peletak dasar bentuk idealisme
Dualisme
Mengatakan
bahwa badan dan jiwa adalah 2 elemen berbeda dan terpisah, dalam pengertian dan
objek. Dualisme memiliki 4 bentuk:
Ø Interaksionalisme
o Fokus pada
timbal-balik antara badan dan jiwa
Ø Okkasionalisme
o memasukan
dimensi ilahi. Hubungan peristiwa mental dan fisik bisa terjadi dengan campur
tangan ilahi
Ø Paralelisme
o ada 2 peristiwa
yang berjalan beriringan, yaitu peristiwa mental dan fisik, namun satu tidak
menjadi sumber bagi yang lainnya
Ø Epifenomenalisme
o melihayt
hubungan jiwa dan badan melalui syaraf. Satu-satunya unsur untuk menyelidiki
proses kejiwaan adalah syaraf.
Tanggapan Singkat
Ø Pandangan
monisme bertentangan dengan hakikat manusia. Plato berkata bahwa badan dan jiwa
memiliki sifat yang berbeda. Badan bersifat sementara, dan jiwa yang bersifat
abadi. Kelemahan monisme yaitu tidak bisa melihat bahwa pengalaman bersifat
personal
Ø Pandangan
dualisme, khususnya paralelisme sulit diterima. Perbuatan baik muncul dari niat
yang baik. Manusia adalah makhluk rohani dan jasmani sekaligus
Badan Manusia
Adalah elemen mendasar
dalam membentuk pribadi manusia. Hakikat badan bukan pertama-tama terletak pada
dimensi materialnya, tapi dalam seluruh aktivitas entitas yang terjadi dalam
badan.
Jiwa Manusia
Jiwa harus dipahami
sebagai kompleksitas kegiatan mental manusia. Jiwa manusia bukanlah makhluk
halus. Jiwa menyadarkan manusia siapa dirinya.
James P.Pratt
mengatakan ada 4 kemampuan dasar jiwa manusia:
Ø Menghasilkan
kualitas penginderaan
Ø Menghasilkan
makna dari penginderaan khusus
Ø Memberi
tanggapan terhadap hasil penginderaan
Ø Memberi
tanggapan pada proses dalam pikiran demi kebaikan
St.Augustinus
mengatakan, manusia hanya bisa melakukan penilaian terhadap tindakannya karena
dorongan dari jiwa. Kemampuan jiwa menunjukkan bahwa kegiatan manusia bukan
kegiatan mekanistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar