Filsafat Patristik, Serta Tokoh-Tokoh
Dan Peranannya
Filsafat merupakan ilmu yang lahir dari sebuah rasa
ketakjuban, rasa ketidakpuasan degnan mitos, hasrat ingin bertanya dan selalu
ingin mencari kebenaran secara mendasar. Sedangkan kebenaran itu beragam dan
banyak macamnya. Tidak hanya tertuju pada satu pikiran filsuf tetapi banyak
filsuf.
Zaman Patristik
Istilah Patristik berasal dari kata latin patres yang
berarti Bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga
Kristen, mencari jalan menuju teologi Kristiani, melalui peletakan dasar
intelektual untuk agama kristen. Didunia Barat agama Khatolik mulai tersebar
dengan ajarannya tentang Tuhan, manusia dan dunia, dan etikanya. Untuk
mempertahankan dan menyebarkanya maka mereka menggukanakan falsafat Yunani dan
memperkembangkanya lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal yang berhubungan
dengan manusia, kepribadian, kesusilaan, sifat Tuhan. Yang terkenal Tertulianus
(160-222), Origenes (185-254), Agustinus (354-430), yang sangat besar
pengaruhnya (De Civitate Dei).. Berdasarkan ajaran Neo-Plaonisi da Stoa,
ajarannya meliputi pengetahuan, tata dalam alam. Bukti adanya Tuhan, tentang
manusia, jiwa, etika, masyarakat dan sejarah.
Periode ini ditandai dengan oleh Bapak-bapak Gereja
(patristik) yang dimulai dengan tampilnya apologet dan para pengarang Gereja.
Para Apologet memiliki tugas utama menjawabi berbagai persoalan dan keberatan
mengenai ajaran-ajaran iman Gereja terhadap berbagai ajaran atau paham-paham
filosofis yang mengancam ajaran keimanan yang benar. Para pengarang Gereja
adalah orang-orang yang menulis buku dan karangan-karangan tentang berbagai
ajaran Gereja secara menyeluruh dan mendalam dibandingkan dengan tulisan-tulisan
sebelumnya. Mereka-mereka itu adalah Clemens dari Alexandria (150-219 M) dan
Origenes (185-254 M). Kemudian tampil juga para pujangga Gereja (325-500 M)
yang membaktikan jasa mereka bagi Gereja dan ajaran Kristen. Satu Athanasius,
Gregorius dan Naziaza, Basilius, Gregorius dari Nyssa, dan Sirilus dari
Alexandria adalah para pujangga Gereja dari tradisi Yunani dan menggunakan
Bahasa Yunani, sedangkan Ambrosius dan Agustinus termasuk dalam tradisi Latin
yang menggunakan bahasa Latin. Ajaran-ajaran mereka, terutama ajaran Agustinus,
berkembang sangat luas dan sangat berpengaruh dalam diri para filosuf abad
pertengahan. Masa Agustinus (354-430 M) sampai ca. 1000 M dikeal dalam sejarah
filsafat sebagai periode transisi, da para filsuf yang terkelompok dalam
periode ini adalah Agustinus sendiri, Boethius (480-525 M) dan John Scotus
Eriugena (lahir ca. 800 M).
Kedudukan Filsafat Pada Zaman
Patristik
Filsafat pada zaman ini berlangsung pada abad pertengahan
tepatnya pada tahun 100-700[5]. Namun, pada sumber lain ada juga yang
menyebutkan bahwa Filsafat Abad Pertengahan dimulai sejak Plotinus. Pada
Plotinus (lahir 204 M). Karena filsafat ini berlangsung pada Abad pertengahan
maka sangat erat kaitannya dengan filsafat pada abad pertengahan terutama
terhadap tokoh-tokoh filsafat pada abad pertengahan yakni Tertalius (160-222),
Origenes (185-254), Agustinus (354-430).
Dunia Barat agama Khatolik mulai tersebar dengan ajarannya
tentang Tuhan, manusia dan dunia, beserta etikanya. Untuk mempertahankan dan
menyebarkannya maka mereka menggunakan Filsafat Yunani dan memperkembangkannya
lebih lanjut, khususnya mengenai soal-soal tentang kebebasan manusia,
kepribadian, kesusilaan, sifat tentang Tuhan.
Akal pada Abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal itu
kelihatan jelas pada Filsafat Plotinus., Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas
penghargaan terhadap akal muncul kembali, dan kerena itu filsafatnya mendapat
kritikan. Sebagaimana telah dikatakan, Abad Pertengahan merupakan dominasi akal
yang hamper seratus persen pada Zaman Yunani sebelumnya, terutama pada Zaman
Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran
Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan bukan untuk dipahami melainkan untuk
dirasakan. Oleh karena itu tujuan dari filsafat adalah bersatu dengan Tuhan.
Jadi dalam hidup ini rasa itulah satu-satunya yang dituntun oleh Kitab Suci,
pedoman hidup manusia. Filsafat rasional dan sains tidak penting;
mempelajarinya merupakan usaha mubadzir, menghabiskan waktu secara sia-sia.
Karena Simplicius salah seorang pemikir zaman Plotinus, telah menutup sama
sekaliruang gerak filsafat rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman
harus menang mutlak orang-orang yang masiih menghidupkan filsafat (akanl) harus
dimusuhi. Maka pada Tahun 415 Hypatia, seorang yang terpelajar ahli filsafat
pada zaman Aristoteles, dibunuh. Tahun 529 Kaisar Justianus mengeluarkan
Undang-Undang yang melarang Filsafat.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang
diakui pada zaman Yunani diganti dengan kauasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita
tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relatif. Kebenaran itu
mutlak yaitu ajaran agama. Moral berpuncak pada dosa Adam, kehidupan pertapa
adalah kehidupan terbaik. Hati memerlukan kehidupan demikian. Ia juga
mengatakan bahwa mempelajari hukum alam adalah mubadzir, memboroskan waktu. Ia
berkutat bahwa bumi adalah pusat jagat raya. Intelektualisme tidak penting,
yang penting adalah cintakepada Tuhan. Tidak perlu dipikir, tanya dati Anda,
siap pencipta alam ini. Untuk itu hati bersih, harus hidup. Mka kehidupan
berbujang adalah kehidupan terpuji. Manusia dilarang mempelajari Astronomi.
Mempelajari Anatomi memnjadikan manusia materialistis. Filsafat dan Sains
jangan disentuh. Akal mati, hati menang.
Ciri khas Filsafat Abad pertengahan terletak pada rumusan
terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu Credo Ut Intelligam, yang
berarti iman terlebih dfahulu setelah itu mengerti. Imanilah terlebih dahulu,
misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argumen utnuk
memahaminya. Mungkin juga utnuk meneguhkan keimanan itu. Didalam pengertian itu
tersimpalah pengertian bahwa seseoang tidak boleh mengerti atau paham terlebih
dahulu, dan karena memahaminya lantas ia mengimaninya. Ini iman secara
rasional. Dalam undkapan ini orang beriman bukan karena ia mengerti bahwa itu
hahrus diimaninya, malainkan orang mengerti kalau ia mengimaninya.
Sifat ini berlawanan dengan sifat Filsafat Rasional. Dalam
Filsafat Rasioanl pengertian itulah yang didahulukan; setelah dia mengerti
barulah mungkin ia diterima dan kalau mau diimani. Mengikuti inilah maka
Filsafat Abad Pertengahan terletak pada ungkapan itu. Apakah kaidah ini (iman
agar mengerti) dapat dianggap sebagai rumus filsafat yang dianggap umum?
Jawaban yang jelas atas pertanyaan ini sulit dikemukakan. Yang dapat
dikemukakan adalah bahwa kaidah ini kurang dianut, juga dalam Filsafat Islam.
Contoh yang menonjol dalam Filsafat Islam adalah Al-Ghazali. Didalam
perbandingan ini kita seakan menemukan keganjilan. Mengapa penerapak kaidah itu
dalam Kristen menimbulkan akibat Sains dan Filsafat terhadap perkembangannya,
tetapi penerapak rumus ini dalam perkembangan pemikiran Islam tidak menyebabkan
tersendatnya perkembangan filsafat dan sains dalam Islam.
Kelihatannya Filsafat Credo Ut Intelligem itu tidak
merugikan perkembangan Filsafat dan Sains seandanya wahtu yang dijadikan
andalan adalah wahyu yang tidak berlawanan dengan akal logis. Hal iini kita
temukan misalnya dalam Islam. Filsafat didalam Islam berkembang amatpesat
karena keyakinan Islam tidak ada yang berlawanan dengan akal logis; yang ada
adalah bagian-bagaian yang berada didaerah Supralogis dan Suprarasional.
Sains, Filsafat dan iman (rasa) sebenarnya merupakan
keseluruhan pengetahuan manusia. Akan tetapi pembatasan daerah kerja
(kapling)nya masih harus jelas. Sains bekerja pada objek-objek sensasi,
Filsafat pada objek-objek abstrak logis, sedangkan hati (rasa) bekerja pada
daerah-daerah Supralogis. Yang ini sesugguhnya telah disebut oleh Bonaventura.
Menurut pendapatnya manusia memiliki tiga potensi (kmampuan): indera, akal dan
kontemplasi. Hasil kerja masing-masing potensi itu tidak boleh berlawanan,
tetapi boleh tidak sama. Tidak sama itu bukan berlawanan. Kekurang jelasan
perbatasan daerah inilah yang sering terjadinya bentrokan antara sains,
filsafat, dan iman.
Kelemahan lain dalam Filsafat Kristen pada Abad Pertengahan
itu adalah sifatnya yang terlaluyakin terhadap penafsiran teks kitab suci.
Penafsiran sebanarnya tidak lebihberarti daripada sekedar filsafat juga. Jadi
penafsiran pada dasarnya bersifat relatif kebenarannya, tidak absolut. Karena
filosof pada zaman itu rata-rata menjabat sebagai orang suci (Saint),
makafilsafat mereka menempati pengertian agama yang absolut dalam dirinya.
Iinilah barangkali yang menjadikan tekanan-tekanan psikoloogis maupun fisis
terhadap tokoh lain yang pemikirannya berbeda dengan pemikiran Filosof Gereja.
Pada Abad Pertengahan itu Agama Kristen boleh dikatakan bukan lagi kitab suci,
malainkan penafsiran kitab suci oleh para Saint tersebut. Berbedanya pemikiran
Copernicus dengan Galileo dengan pemikira tokoh-tokoh Gerejatelah menyebabkan
kedua tokoh tersebut dihukum. Sebenarnya pendapat kedua ilmuwan tersebut tidak
berlawanan dengan kitab Suci, melainkan berbeda dengan pendapat Tokoh Gereja
yang mengatasnamakan Kitab Suci, berarti Kitab Suci itu salah karena
bukti-bukti menunjukkan bahwa kedua Ilmuwan itulah yang benar.
Uraian tadi manunjukka bahwa pada Abad Pertengahan ini, iman
(hati) benar-benar telah menang melawan akal dan berhasil mendominasi jalan
hidup Abad Pertengahan (diBarat). Akibat-akibatnya amat mudah dipahami;
filsafat dan sains berhenti; jangankan menemukan yang baru, menjaga warisan
Yunani ini saja tidak mampu.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang lumayan, yaitu
Thomas Aquinas. Ia lahir pada masa-masa menjelang habisnya kekuatan agama
Kristen mempengaruhi jalan pemikiran. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada
waktu ia hidup telah berkurang. Oleh karena itu, ia berhasil mengumumkan
Filsafat Rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian adanya Tuhan
yang masih dipelajari orang hinga saat ini. Tetapi filsafatnya ini tetap saja
tidak disenangi oleh banyak tokoh ketika itu.
Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Zaman
Patristik dan Peranannya
1.
Augustinus (354-430)
Augustinus mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah
filsafat. Mungkin penamaan Abad Agustinus (The Age of Agustine) seperti yang
telah ditulis oleh Mayer dalam bukunya disebabkan oleh Augustinus telah
meletakkan dasar-dasar bagi pemikiran Abad Pertengahan mengadaptasikan Platonisme
dengan idea-idea Kristen. Ia memberikan formulasi yang sistematis tentang
Filsafat Kristen, suatu filsafat yang dominan terhadap Khatolik dan Protestan.
Stuart Hampshire dalam introduksi bukunya, The Age of
Reason, menyatakan bahwa filsafat adalah suatu kegiata pikir manusia yang
bersinambung. Pikiran seorang tokoh pada masa tertentu baru jelas dipahami
setelah melihat hubungannya dengan pemikiran-pemikiran sebelumnya. Kalau
demikian, maka beberapa pemikir sebelum Augustinus perlu dibicarakan terlebih
dulu. Mungkin saja pemikir iru merupakan latar belakang pemikiran Augustinus.
Augustinus lahir di Tagasta, Numidia (sekarang Algeria).
Pada 13 Nopember 354. Tatkala berumur sebelas tahun ia dikirim kesekolah
Madaurus. Lingkungan itu telah mempengaruhi perkembangan moral dan agamanya.
Tahun 369-370 dihabiskannya dirumah sebagai penganggur, tetapi suatu bacaan
tentang Cicero pada bukunya Hortensius, telah membimbingnya kefilsafat.
Pada Tahun 388 ia mengabdikan seluruh dirinya kepada Tuhan
dan melayani pengikut-pengikutnya, kemudian ia menjual seluruh warisan dan uang
hasil penjualannya tersebut dikasihkan kepada fakir-miskin. Pada tahun 395-396
ia ditahbiskan menjadi seorang Uskup di Hippo. Tahun terakhir hidup-hidupnya
adalah tahun-tahun peperangan bagi imperium Romawi. Pada bulan 28 Agustus 430
ia meninggal dunia dalam kesucian dan kemiskinan yang memang sudah lama
dijalaninya.
Filsafat Augustinus merupakan sumber atau reformasi yang
dilakukan oleh Protestan, khususnya kepada Luther, Zwingli, dan Calvin. Kutukannya
kepada seks, pujianya kepada kehidupa pertapa, pandangannya tentang dosa asal,
semuanya ini merupakan faktor yang memberikan kondisi untuk wujud
pandangan-pandangan Abad Pertengahan.
Filsafatnya tentang sejarah berpengaruh terhadap
gerakan-gerakan agama dan pada pemikiran sekular. Dalam pertarungan berbagai
ideologi politik sekarang, ada kesamaan dalam keabsolutan, dalam dogmatisme,
dan juga dalam fanatisme. Paham toesentris pada Augustinus menghasilkan suatu
revolusi dalam pemikiran orang Barat. Anggapannya yang meremehkan kepentingan
duniawi, kebenciannya terhadap teori-teori kealaman, imannya kepada Tuhan tetap
merupakan bagaian peradaban modern. Sejak zaman Augustinuslah orang Barat lebih
memiliki sifat introspektif.
Karta Augustinus yang paling berpengaruh adalah The City of
God. Karya itu muncul disebabkan oleh adanya perampasan Roma oelh pasukan
Alarik. Kejadian ini memiliki konsekuensi yang besar. Banyak orang Roma
menganggap bahwa perampasan itu terjadi karena ketidak patuhan orang-orang Roma
kepada Dewa-dewa lama dan penerimaan mereka terhadap agama Kristen. Mereka juga
ragu apakah tidak salah pilih dengan agama Kristen. Karena banyak yang meilih
agama Kristen kemudian melakukan praktek kafir, sebagian lain menjadi orang
yang ragu karena merasa Tuhan yang mereka semabah tidak mempunyai kekuatan atas
alam semsta ini. Untuk menjawab masalah itu Augustinus menulis The City of God.
Buku itu berisi tidak hanya penolakan atas keraguan yang tersebar ketika itu,
tetapi juga mengetengahkan suatu sejarah filsafat yang sistematis yang menarik
perhatian orang-orang pada Abad Keduapuluh sekarang.
Augustinus tidak mempercayai bahwa sejarah adalah suatu
siklus sejarah lebih dari itu; ia merupakan kejadian yang diatur oleh Tuhan.
Jadi sebenarnya sejarah juga mempunyai suatu permulaan dan suatu akhir.
Permualaannya adalah saat kejatuhan manusia, dan akhirnya adalah kemenangan
Tuhan mengatasi kejahatan. Filsafat sejarah seperti ini adalah Dilsafat Sejarah
dibimbing oleh Toelogi. Sejarah tidak dapat dijelaskan dengan memperhitungkan
faktor-faktor ekonomi, sosial, politik, sejarah dapat dipahami
melaluihukum-hukum Tuhan.
Buku The City of God dapat dibagi menjadi dua bagian besar.
Bagian pertama yaitujilid 1-10 membicarakan tanggungjawab Kristen terhadap
perpecahan Romawi, sifat-sifat imperialistis, tidak pernahnya Romawi
memperhatikan masyarakat taklukannya. Bagian kedua yaitu jilid 11-12
membicarakan asal-usul manusia, dunia Tyhan dan dunia Setan.
Mengenai siksa neraka Augustinus mengatakan bahwa ia
bersifat kekal. Origen berpendapat bahwa orang, bagaimanapun jeleknya, tidak
akan kekal dineraka, Augustinus menolak pendapat ini. Kalau pendapat Origen
benar, mengapa tidak berlaku bagi Setan? Demikian kata Augustinus.
2.
Anselmus (1033-1109)
Dalam membicarakan Filsafat Abad Pertengahan St. Anselmus
tidak dapat dilewatkan begitu saja. Tokoh inilah yang mengeluarkan Credo Ut
Intelligam yang dapat dianggap merupakan cirri utama Filsafat pada Abad
Pertengahan. Ia berasal dari Bangsawan di Aosta, Italia. Seluruh kehidupannya
penuhi oleh kepatuhannya kepada Gereja. Tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung
Canterbury. Dalam dirinya mengalir arus Mistisime, dan iman merupakan masalah
utama baginya. Ada tiga karyanya yaitu Monologium yang membicarakan keadaan
Tuhan, Proslogium yang berisi tentang dalil-dalil adanya Tuhan, dan Cur Deus
Homo yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk mengenai penyelamatan
melalui Kristus.
Credo Ut Intelligam menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman
daripada akal. Arti ungkapan itu adalah Percaya baru mengerti; secara lebih
sederhana percayalah telebih dahulu supaya mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu
diterima terlebih dahulu sebelum kita mulai berfikir. Jadi akal hanyalah
sebagai pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar terhadap pemikirannya.
Ia berpendapat semua makhluk memiliki sejumlah kebaikan itu
menunjukkan adanya kebaikan Mahatinggi yang disana semua makhluk
berpartisipasi. Tuhan itu kebesarannya tidak terpikirkan (kebesarannya
Mahabesar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia juga ada dalam
kenyataan (jadi benar-benar diluar pikiran). Tuhan Mahabesar ada dalam pikiran
dan ada juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa
yang dipikirkan, berarti objek ini benar-benar ada tidak mungkin ada sesuatu
yang hanya ada didalam pikiran, tetapi diluar pikiran objek itu tidak ada.
Tentang penyelamatan, ajarannya sama dengan Filsuf Abad
Pertengahan lainnya:manusia celaka karena jatuhnya Adam, jatuhnya Adam memang
karena dikehendaki oleh Tuhan, penyelamatan hanya diperoleh melalui Kristus.
3.
Thomas Aquinas (1225-1274 M)
Ia lahir di Roccasecca, Italia, pada tahun 1225 dari
keluarga Bangsawan baik Bapakanya maupun Ibunya. Melalui Gurunya, Albertinus
Magnus, Aquinas belajar tentang alam, ia berfilsafat lebih empiris daripada
orang-orang yang diikutinya. Dikatakan demikian karena ia lebih banyak
menggunakan observasi terhadap alam dalam menopang argument-argumennya.
Sekalipun demikian, kita tidak dapat mengatakan bahwa Aquinas menganggap bahwa
penjelasan Naturalis lebih tinggi dari pada atau setingkat dengan penjelasan
Metafisika. Dalam hal Kosmologi ia masih menganut Hipotesis Geosentris.
Dalam seluruh teorinya mengenai pengetahuan, Aquinas
dibimbing oleh pandangannya bahwa pikir (reson)dan iman adalah tidak
bertentangan. Akan tetapi, dimana batas kedua-duanya? Menurut pendapatnya,
semua objek yang tidak dapat diindera tidak akan dapat diketahui secara pasti
oleh akal. Oleh karena itu, kebenaran ajaran Tuhan tidak mungkin dapat
diketahui dan diukur dengan akal. Kebenaran ajaran Tuhan diterima dengan iman.
Sesuatu yang tidak dapat diteliti dengan akal adalah objek iman. Pengetahuan
yang diterima atas dasar iman tidaklah lebih rendah daripada pengetahuan yang
diperoleh dengan akal. Paling tidak, kebenaran yang diterima oleh akal tidak akan
bertentangan dengan ajaran wahyu.
Selanjutnya Aquinas mengajarkan seharusnya kita
menyeimbangkan akal dan iman, akal membantu membangun dasar-dasar filsafat
Kristen. Akan tetapi, harus selalu disadari bahwa hal itu tidak selalu dapat
dilakukan karena kanl terbatas. Akal tidak dapat memberikan penjelasan tentang
kehidupan kembali (resurrection) dan penebusan dosa. Akal juga tidak mampu
membuktikan kenyataan esensisal tentang keimanan Kristen. Oleh karena itu, ia
berpendapat bahwa dogma-dogma Kristen itu tepat sebagaimana telah disebutkan
dalam firman-firman Tuhan.
Berdasarkan uraian itu kita dapat mengetahui adanya dua
jalur pengetahuan dalam filsafat Aquinas. Jalur itu ialah jalur akal yang
dimulai dari manusia dan berakhir pada Tuhan. Dan yang kedua adalah jalur Tuhan
ialah jalur iman yang dimulai dari Tuhan (wahyu), didukung oleh akal.
Aquinas membagi pengetahuan menjadi tiga bagian pengetahua
Fisika, Matematika, dan Metafisika. Dari yang tiga Metafisika inilah yang
mendapat banyak perhatian darinya. Menurut pendapatnya dapat menyajikan
abstraksi tingkat tertinggi. Sehunbungan dengan teorinya diatas maka didalam
filsafat Aquinas filsafat dapat dibedakan dari agama dengan melihat penggunaan
akal. Filsafat ditentukan oelh penjelasan sistematis akliah, sedangkan agama
ditentukan oleh keimanan. Sekalipun demikian, perbedaan itu tidak terlihat
begitu jelas karena pengetahuan adalah gabungan dari kedua-duanya. Agama dapat
pula dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah agama natural yang dibentangkan
diatas akal, dan yang kedua adalah agama wahyu yang dibentangkan diatas iman.
Didalam doktrinnya tentang pengetahuan Aquinas adalah realis
Moderat. Ia tidak sependapat dengan Plato yang mengajarkan bahwa alam semesta
ini menpunyai eksistensi yang objektif. Ia mengajarkan bahwa alam semesta ini
berada dalam tiga cara:pertama sebagai sebab-sebab didalam pemikiran Tuhan;
kedua sebagai idea dalam pemikiran manusia; dan ketiga sebagai esensi sesuatu.
Dapat dicatat disini bahwa Aquinas mencoba mennjebatani dua ekstrimitas. Ekstrimitas
Nominalisme dan Ekstriminitas Realisme. Nominalisme adalah suatu ajaran dalam
Filsafat Skolastik yang menyatakan bahwa tidak ada eksistensi bastrka yang
sungguh-sungguh objektif; yang ada hanyalah kata-kata dan nama-nama; yang
benar-benart real adalah fisik yang particular ini saja. Realisme adalah suatu
ajaran dalam filsafa tyang mengatakan bahwa realitas Universal abstrak sama
dengan atau lebih tinggi dari realitas.
Aquinas melakukan harmonisasi antara kedua ekstrem itu cara
memperhatikan bahwa alam semesta mempunyai berbagai pengertian bila diterapkan
pada Tuhan, manusia, dan alam. Sains menurutnya, berkenaan dengan alam jenis
ketiga; yaitu alam sebagai esensi. Konsep-konsep sains tidak a priori sebab
manusia dilahirkan tidak membawa idea-idea immaterial. Menurut pendapat Aquinas
pikiran tidak akan berisi apa-apa apabila tidak menggunakan indera. Proses
pengetahuan dimalai dari adanya penginderaan yang memberikan kepada kita
presepsi tentang objek didalam alam. Persoalan yang dihadapkan kepada Aquinas
adalah bagaiamana presepsi ini diterjemahkan kedalam idea-idea yang dapat
dipikirkan.
Untuk menyelesaikan masalah ini Aquinas menggunakan istilah
intelek aktif yang bertugas mengabstraksikakn unsure-unsur dalam alam semesta
lalau menciptakan jenis-jenis yang dapat dipikirkan. Intelek aktif itulah yang
memberikan kepada kita keadaan susunan alam semesta. Melalui intelek aktif itu
kita dapat memahami prinsip-prinsip pertama yang mengatur semua kenyataan.
Pengalaman menurut Aquinas bukanlah suatu proses yang kacau
pengalaman menyatakan prinsip-prinsip universal tentang eksistensi,
kualitas-kualitas particular tidaklah terpisah-pisah; mereka mempunyai kualitas
esensial dalam keseluruhan. Tugas sainslah untuk mengklasifikasikan dan
menguraikan kualitas-kualaitas itu.
Kalau dibandingkan dengan pandangan modern tentang sains,
teori Aquinas sangat berbeda. Menurut pendapat sains Modern pencapaian terbaik
dalam sains adalah bila ia lebih menjurus kepada objek-objek yang particular.
Sains modern tidak memberikan penghargaan yang tinggi kepada masalah-masalah
immaterial.Bagian immaterial itu merupakan bagian pembahasan metafisika.
Sedangkan pada Aquinas tadi, sains akan semakin tinggi nilainya bila ia semakin
universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar