Rabu, 26 Oktober 2016

Analisa Perspektif ilmu komunikasi pada media sosial




Analisa Perspektif  ilmu komunikasi  pada media sosial


Perspektif ilmu komunikasi
Terdapat empat perspektif ilmu komunikasi yaitu: perspektif mekanistik, psikologi, interaksional, dan pragmatis.
1.    Perspektif mekanistik
Perspektif mekanistik menekankan pada unsur saluran fisik komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan diantara sumber atau para penerimanya.
Perspektif ini memfokuskan perhatiannya pada saluran, maka pengkajian dan penyusunan komunikasipun berfokus pada saluran sebagai tempat untuk mencari fenomena komunikatif.
            Model mekanistik secara tegas menyatakan adanya hubungan linier antara para komunikator. Saluran yang bertinda menghubungkan sumber atau penerima jelas mempunyai arah. Pesan mengalir dari satu orang kepada orang lain pada arah tertent, memberikan dampak pada ujung penerimaan.
            Citra komunikasi yang mekanistik mengemukakan kiasan mesin sebagai analogi atau model proses komunikasi. Walaupun pengertian kegagalan komunikasi bukanlah suatu hal yang unik bagi perspektif mekanistik, namun konsep itu barangkali berasal dari cara berfikir mekanistik dan masih banyak memberikan arah pada konseptualisasi secara popular tentang komunikasi manusia.
            Visualisasi model mekansitik sebagai ban berjalan memberikan gambaran yang jelas tentang isyarat pesan yang mengalir sepanjang ban dalam arus yang konstan, terarah dan berputar. Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan ban berjalan, mesin dapat rusak dan berhenti berfungis. Karena itu, dalam aliran pikiran yang mekanistik ini, komunikasi berhenti dengan adanya kerusakan yang sering disebut kegagalan komunikasi.
2.    Perspektif psikologis
Persepektif psikologis tentang komunikasi massa menfokuskan perhatiannya pada individu (komunikator) baik secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi focus utama dari komunikasi adalah mekanisme internal penerimaan dan pengolahan informasi.
Manusia yang sedang berkomunikasi tidak hanya menerima stimulus akan tetapi ia pun menghasilkan stimulus. Sama sebagaimana halnya dengan konsep sumber atau penerima dalam model mekanistik, dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi ganda menghasilkan dan menerima stimulus.
Ketika audiens menyerap stimulus, secara otomatis mengolahnya melalui berbagai filter konseptual. Filter ini merupakan keadaan internal manusia. Filter ini tidak dapat diamati secara langsung sebagai keadaan internal, akan tetapi dianggap sangat memengaruhi peristiwa komunikatif.
3.    Perspektif interaksional
Perspektif interaksional menunjukkan pandangan komunikasi manusia yang telah berkembang secara tidak langsung dari cabang sosiologi yang dikenal sebagai interaksi simbolis. Perspektif interaksional menonjolkan keagungan dan nilai individu diatas nilai pengaruh yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, bersosialisasi dengan masyarakat, dan menghasilkan buah pikiran tertentu. Tiap bentuk interaksi sosial itu dimulai dan berakhir dengan mempertimbangkan diri manusia.
Perspekti interaksional memungkinkan individu untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya. Supaya menjadi objek penafsiran diri, maka diri harus meninggalkan dirinya untuk melakukan penafsiran itu. Yakni, individu mengasumsikan proses penafsiran orang lain itu agar dapat menentukan dirinya sendiri. Jadi si individu tersebut pengambil peran orang lain diluar dirinya dan terlihat dalam penafsiran persis seperti apa yang ia lakukan terhadap setiap objek, baik fisik maupun sosial.
4.    Perspektif prgamatis
Perspektif pragmatis menyajikan alternative paradigma yang sangat berbeda dengan tiga perspektif sebelumnya. Komponen-komponen khas dalam perspektif pragmatis dimulai dengan perilaku orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. Karena itu satuan komunikasi yang paling mendasar adalah tindak perilaku yang dijalankan secara verbal atau non verbal oleh peserta komunikatif.
            Sepanjang waktu pola interaksi itu dapat dipengaruhi oleh perubahan. System komunikasi dapat mengubah pola interaksi yang khas dan perubahan itu secara empiris dapat diketahui melalu pencatatan perubahan dalam pola yang redundan dari interaksi ganda.


Media massa (komunikasi massa)

Komunikasi massa dapat dijelaskan dari cara pandang, yakni bagaimana orang memproduksi pesan dan menyebarkannya melalu media di satu pihak, dan bagaimana orang-orang mencari serta menggunakan pesan-pesan tersebut di pihak lainya.
Secara umum penggunaan, komunikasi massa disamping untuk menjalankan fungsi untamanya seperti member informasi dan hiburan, juga dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan khusus, misalnya media dakwah.
Media komunikasi merupakan sarana utama dalam system komunikasi massa. Menurut DeVito (1997), komunikasi massa dapat didefenisikan dengan memusatkan perhatian pada unsur-unsur yang terlibat dalam tindakan komunikasi dan mengaitkannya dengan operasional media massa. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sumber, khalayak, pesan, proses, dan konteks.
Jenis media massa terbagi menjadi tiga, yakni: media cetak, media eletronik dan media online.
a.    Media cetak
1.    Media cetak merupakan inovasi teknologi yang sangat besar pengaruhnya bagi industry komunikasi massa dalam melayani kebutuhan public akan informasi dan hiburan. Media cetak berkompetisi dengan media elektronik dan internet menjalankan tugas sosialnya dalam meningkatkan pelayanan informasi dan memaksimalkan kemampuannya dalam mendorong perubahan-perubahan sosial budaya yang lebih produktif.
2.    Media cetak merujuk pada jenis media massa yang tercetak, yakni buku, surat kabar, dan majalah.
3.    Media cetak memiliki karakteristik yang khas, yakni: (1) publisitas; penyebaran pesan kepada publik, (2) Periodesitas; keteraturan terbit, (3) Universalitas; menyampaikan pesan yang beragam, dapat diakses secara umum, (4) Aktualitas kini, untuk setiap media bersifat relative Karena tergantung periodesitas media misalnya surat kabar pagi, surat kabar sore, dsb., (5) Terdokumentasi; bisa diarsip, (6) Faktualisasi; sesuai dengan fakta.
b.    Media elektronik
Media komunikasi massa elektronik dapat dibedakan menjadi dua yaitu: televise dan radio. Media elektronik televise mempunyai perbedaan mencolok dengan media cetak. Fokus perbedaannya tidak hanya berkaitan denga sifat pemberitaannya, tetapi juga penggunaan visual yang dominan. Televise adalah jenis media massa yang lebih mengandalkan gambar dari pada unsure lainnya. Visual televise menggerakkan gambar untuk melengkapi teks seperti dalam surat kabar sehingga sajian televise terkesan lebih lengkap dan hidup.
Sedangkan, radio adalah teknologi yang memungkinkan pengiriman sinyal oleh modulasi gelombang elektromaknetik. Gelombang ini melintas lewat udara dan juga kevakuman angkasa, gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkutan. Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk ketika objek bermuatan listrik dipercepat dengan frekuensi yang terdapat dalam frekuensi radio dalam spectrum elektromagnetik.
c.    Media online (internet)
Internet merupakan sarana komunikasi yang berkembang begitu pesat. Walaupun penetrasinya masih terbatas, namun perkembangannya menunjukkan grafik yang memuaskan. Sifat internet yang real time dengan audiens yang tak terbata menjadikannya sebagai garda terdepan pembentukan masyarakat informasi. Bahkan informasi yang bersifat rahasia pun terkadan justru tersebar melalui internet.

      Kajian aspek epistemologi dalam media sosial

Epistemologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan, atau bagaimana sesorang mengetahui apa yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekaragaman disiplin yang ada dalam studi komunikasi dan juga akibat perbedaan pemikiran, maka isu-isu epistemologi menjadi penting. Epistemologi pada hakikatnya menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti.
Asumsi-asumsi yang dimaksud, mencakup tiga gagasan yang saling terkait bahwa: (a) ilmu pengetahuan bisa diperoleh melalui pencarian akan relasi kausal dan keteraturan antara berbagai komponenen dunia sosial; (b) relasi kausal dan keteraturan tersebut bisa ditemukan bila ada pemisahal total antara penyeledik dan subjek yang ditelitinya; serta (c) pemisahan ini dapat terjamin melalui penggunaan metode ilmiah.
Sebagai institusi sosial, media sosial berperan penting dalam menyebarkan informasi kepada khalayaknya. Disamping informasi, media juga memberikan layanan hiburan dan berbagai bentuk lainnya. Masyarakat mengomsumsi media sesuai dengan jenis dan tingkat kebutuhannya.
Dalam berita (informatif), hal terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30) mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif, jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian.
Isu-isu sosial dalam media massa berkenaan dengan komunikasi yang menimbulkan proses saling mempengaruhi antara individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Hal ini berkaitan dengan, bagaiamana interaksi dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek media sebagai akibat interaksi sosial, bagaimana perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, dan konsekuensi sosial seperti apa yang ditanggung masyarakat sebagai akibat perubahan sosial yang didorong media massa.
Media massa dapat memberi kontribusi bagi interaksi dan kehidupan sosial, namun media massa juga dapat member pengaruh secara difunsional.
Akibat tidak adanya kesepahaman dalam memperoleh informasi, maka persepsi publik akan berbeda satu sama lain dan akan memicu bias secara epistemologi. Disatu sisi, ada pihak yang mengganggap (persepsi) efektivitas pemberitaan media sosial berdampak buruk bagi mereka dan disisi lain menganggapnya positif.
            Dengan demikian, epistemologi senantiasa mendorong manusia sebagai pelaku persepsi atau penerima dampak media sosial untuk senantiasa berfikir kritis mengenai pemberitaan, informasi dan sebagainya. Bahwasanya, apakah konten atau isi maupun pesan media sebagai sarana komunikasi memberikan dampak baik atau buruk terhadap perilaku, persepsi maupun opininya sendiri.


Kajian aspek ontologi dalam media sosial

Ontologi adalah cabang filsafat mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan eksistensi manusia. Menurut  Stephen Litle John, ontologi adalah mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas. Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan tentang eksistensi kemanusiaan sedangkan dalam ilmu komunikasi, ontologi menfokuskan pada pemahaman hakikat interaksi sosial manusia.
Pandangan ontologis dalam ilmu komunikasi menganggap realitas sosial hadir dalam beragam bentuk konstruksi mental, berdasarkan pada situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan spesifik, kemudian bentuk dan formatnya bergantung pada orang yang menjalaninya.
      Media dalam banyak hal memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi publik. Pengaruh tersebut bisa jadi datangnya dari kebijakan redaksi atau proses framing yang dilakukan oleh wartawan.
      Media sosial membuat ragam rubrik atau program khusus yang dapat mempengaruhi persepsi audien. Misalnya, acara khusus mengenai politik. Penyediaan segmen khusus liputan tentang isu-isu politik bermaksud memberikan rincian  yang mendalam mengenai perkembangan politik yang berlangsung.
Hampir setiap harinya pemberitaan yang mengangkat wacana-wanaca politik menghiasi pemberitaan media massa, baik itu cetak, elektronik, dan online. Melalui pesan-pesan media, berbagai macam informasi mengenai politik seperti pemilu, program-program partai, wawancara dengan elit-elit parpol, pakar politik, iklan politik dan seterusnya menjadi konsumsi dan pengetahuan bagi publik.
Misalnya, penggunaan media sosial untuk tayangan iklan politik. Iklan-iklan partai politik disaksikan setiap harinya melalu televise, radio, media cetak, dan media online. Iklan politik ini menawarkan program-program kerja dan mengajak khalayak untuk memilih atau bersimpati terhadap kandidat ataupun partai politik tertentu. Pencitraan partai politik dan tokoh politik melalu iklan semakin memperkuat fungsi media massa dalam aktivitas politik.
Secara subtansial, iklan-iklan politik di media massa berusaha mengajak langsung calon pemilih (khalayak) untuk memilih partai politik atau kandidat tertentu. Melalui media massa, para kandidat politik atau partai politik mengungkapan program-program yang ditawarkannya. Penggunaan media massa sebagai sarana media kampanye politik akhirnya diharapkan dapat menggerkaan perilaku pemilih. Dengan demikian hal tersebut memaksa audien mempersepsi realitas politik yang disusun oleh media sosial.
Fenomena pemberitaan politik terkait isu-isu hangat yang dikemas sedemikian rupa dan mampu mempengaruhi persepsi publik ini, membuat efektivitas penggunaan media massa sangatlah berpengaruh. Gecarnya media massa dalam memberikan isu-isu politik secara umum membuktikan bahwa media mempunyai pengaruh begitu besar dalam mengangkat peristiwa atau isu menjadi agenda media dalam menarik perhatian publik dengan menonjolkan isu-isu politik untuk dapat mempengaruhi persepsi publik.


Aspek aksiologis dalam media sosial

Aksiologi adalah cabang filsafat yang ingin merefleksikan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh, lanigan berpendapat bahwa aksiologi adalah studi etika dan estetika. Kata Aksiologi berasal dari Yunani, yaitu axion yang artinya nilai dan logos yang artinya ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai etika.
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa aksiologi adalah kajian tentang nilai manusiawi dan bagaimana cara mengekspresikannya.
Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, Lanigan mengatakan bahwa aksiologi, kategori keempat dari filsafat, merupakan studi etika dan estetika. Ini berarti, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya.
Etika sering disebut filsafat moral. Etika merupakan cabang filsafat yang bebicara mengenai tindakan manusia dalam kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruknya atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia harus berbuat atau bertindak.
Sedangkan estetika, mempermasalahkan seni atau keindahan yang diproduksi manusia dan juga estetika berkaitan dengan imitasi atau reproduksi realitas. Seni sebagai ekspresi sosial atau ekspresi personal atas suatu realitas.
Jelaslah bagaimana pentingnya bagi seorang komunikator ketika ia mengemas pemikirannya sebagai isi pesan dengan bahasa sebagai lambang, untuk terlebih dahulu melakukan pertimbangan nilai (value judgement) apakah pesan yang ia komunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
Kaitannya denga media sosial, bahwa realitas media tidak mutlak merupakan cerminan realitas sesungguhnya. Operasional adalah suatu system yang melibatkan orang-orang dengan kapasitas dan kepentingan yang memiliki visi, misi, komitmen, dan prinsip-prinsip yang harus dipegang teguh oleh pengelolahnya, termasuk dalam hal bisnis dan redaksional.
Laporan media yang sampai ke khalayak, adalah hasil kerja dari suatu tim yang telah menjalani proses secara bertahap dan panjang. Memilih peristiwa dan sumber berita oleh wartawan untuk diliput, sudah bisa “mencemari” konsep obyektivitas. Persoalan selera dalam meliput adalah persoalan pilihan yang sifatnya bisa subyektif. Ketika berita sampai di tim editor, obyetivitas kembali menghadapi seleksi tahap kedua. Editor berhak menentukan liputan mana yang layak di jadikan laporan utama, dan yang pantas ditempatkan di halaman belakang. Atau liputan mana yang layak muat, dan mana yang tidak layak muat. Dengan melihat nilai etika dan estetika dari berita atau informasi yang akan di lempar ke khalayak atau publik.
Para editor media massa memilih dan menentukan liputan dengan melihat nilai etika dan estetika dari berita atau informasi yang akan di lempar ke khalayak atau publik.
Informasi yang diterima khalayak dari media sosial sebagai realitas yang dikonstruksikan media, mengisi benak mereka sesuai dengan format pemberitaan yang dilakukan media, dengan memberikan penonjolan-penonjolan tertentu terhadap isu-isu tertentu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar