Analisa Perspektif ilmu komunikasi pada media sosial
Perspektif ilmu komunikasi
Terdapat empat perspektif ilmu
komunikasi yaitu: perspektif mekanistik, psikologi, interaksional, dan
pragmatis.
1. Perspektif
mekanistik
Perspektif mekanistik menekankan
pada unsur saluran fisik komunikasi, penyampaian dan penerimaan arus pesan
diantara sumber atau para penerimanya.
Perspektif ini memfokuskan perhatiannya pada saluran, maka
pengkajian dan penyusunan komunikasipun berfokus pada saluran sebagai tempat
untuk mencari fenomena komunikatif.
Model
mekanistik secara tegas menyatakan adanya hubungan linier antara para
komunikator. Saluran yang bertinda menghubungkan sumber atau penerima jelas
mempunyai arah. Pesan mengalir dari satu orang kepada orang lain pada arah
tertent, memberikan dampak pada ujung penerimaan.
Citra
komunikasi yang mekanistik mengemukakan kiasan mesin sebagai analogi atau model
proses komunikasi. Walaupun pengertian kegagalan komunikasi bukanlah suatu hal
yang unik bagi perspektif mekanistik, namun konsep itu barangkali berasal dari
cara berfikir mekanistik dan masih banyak memberikan arah pada konseptualisasi
secara popular tentang komunikasi manusia.
Visualisasi
model mekansitik sebagai ban berjalan memberikan gambaran yang jelas tentang
isyarat pesan yang mengalir sepanjang ban dalam arus yang konstan, terarah dan
berputar. Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan ban berjalan, mesin dapat
rusak dan berhenti berfungis. Karena itu, dalam aliran pikiran yang mekanistik
ini, komunikasi berhenti dengan adanya kerusakan yang sering disebut kegagalan
komunikasi.
2. Perspektif
psikologis
Persepektif psikologis tentang
komunikasi massa menfokuskan perhatiannya pada individu (komunikator) baik
secara teoritis maupun empiris. Secara lebih spesifik lagi, yang menjadi focus
utama dari komunikasi adalah mekanisme internal penerimaan dan pengolahan
informasi.
Manusia yang sedang berkomunikasi tidak
hanya menerima stimulus akan tetapi ia pun menghasilkan stimulus. Sama
sebagaimana halnya dengan konsep sumber atau penerima dalam model mekanistik,
dalam model psikologis manusia ditandai sebagai makhluk yang memiliki fungsi
ganda menghasilkan dan menerima stimulus.
Ketika audiens menyerap stimulus,
secara otomatis mengolahnya melalui berbagai filter konseptual. Filter ini
merupakan keadaan internal manusia. Filter ini tidak dapat diamati secara
langsung sebagai keadaan internal, akan tetapi dianggap sangat memengaruhi
peristiwa komunikatif.
3. Perspektif
interaksional
Perspektif interaksional menunjukkan
pandangan komunikasi manusia yang telah berkembang secara tidak langsung dari
cabang sosiologi yang dikenal sebagai interaksi
simbolis. Perspektif interaksional menonjolkan keagungan dan nilai individu
diatas nilai pengaruh yang lainnya. Manusia dalam dirinya memiliki esensi
kebudayaan, bersosialisasi dengan masyarakat, dan menghasilkan buah pikiran
tertentu. Tiap bentuk interaksi sosial itu dimulai dan berakhir dengan
mempertimbangkan diri manusia.
Perspekti interaksional memungkinkan
individu untuk melihat dirinya sendiri sebagaimana orang-orang lain melihatnya.
Supaya menjadi objek penafsiran diri, maka diri harus meninggalkan dirinya untuk
melakukan penafsiran itu. Yakni, individu mengasumsikan proses penafsiran orang
lain itu agar dapat menentukan dirinya sendiri. Jadi si individu tersebut
pengambil peran orang lain diluar dirinya dan terlihat dalam penafsiran persis
seperti apa yang ia lakukan terhadap setiap objek, baik fisik maupun sosial.
4. Perspektif
prgamatis
Perspektif pragmatis menyajikan alternative paradigma yang
sangat berbeda dengan tiga perspektif sebelumnya. Komponen-komponen khas dalam
perspektif pragmatis dimulai dengan perilaku orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi. Karena itu satuan komunikasi yang paling mendasar adalah tindak
perilaku yang dijalankan secara verbal atau non verbal oleh peserta
komunikatif.
Sepanjang
waktu pola interaksi itu dapat dipengaruhi oleh perubahan. System komunikasi
dapat mengubah pola interaksi yang khas dan perubahan itu secara empiris dapat
diketahui melalu pencatatan perubahan dalam pola yang redundan dari interaksi
ganda.
Media
massa (komunikasi massa)
Komunikasi massa dapat dijelaskan
dari cara pandang, yakni bagaimana orang memproduksi pesan dan menyebarkannya
melalu media di satu pihak, dan bagaimana orang-orang mencari serta menggunakan
pesan-pesan tersebut di pihak lainya.
Secara umum penggunaan, komunikasi
massa disamping untuk menjalankan fungsi untamanya seperti member informasi dan
hiburan, juga dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan khusus, misalnya media
dakwah.
Media komunikasi merupakan sarana
utama dalam system komunikasi massa. Menurut DeVito (1997), komunikasi massa
dapat didefenisikan dengan memusatkan perhatian pada unsur-unsur yang terlibat
dalam tindakan komunikasi dan mengaitkannya dengan operasional media massa.
Unsur-unsur yang dimaksud adalah sumber, khalayak, pesan, proses, dan konteks.
Jenis media massa terbagi menjadi
tiga, yakni: media cetak, media eletronik dan media online.
a. Media
cetak
1. Media cetak merupakan inovasi
teknologi yang sangat besar pengaruhnya bagi industry komunikasi massa dalam
melayani kebutuhan public akan informasi dan hiburan. Media cetak berkompetisi
dengan media elektronik dan internet menjalankan tugas sosialnya dalam
meningkatkan pelayanan informasi dan memaksimalkan kemampuannya dalam mendorong
perubahan-perubahan sosial budaya yang lebih produktif.
2. Media cetak merujuk pada jenis media
massa yang tercetak, yakni buku, surat kabar, dan majalah.
3. Media cetak memiliki karakteristik
yang khas, yakni: (1) publisitas; penyebaran pesan kepada publik, (2)
Periodesitas; keteraturan terbit, (3) Universalitas; menyampaikan pesan yang
beragam, dapat diakses secara umum, (4) Aktualitas kini, untuk setiap media
bersifat relative Karena tergantung periodesitas media misalnya surat kabar
pagi, surat kabar sore, dsb., (5) Terdokumentasi; bisa diarsip, (6)
Faktualisasi; sesuai dengan fakta.
b. Media
elektronik
Media
komunikasi massa elektronik dapat dibedakan menjadi dua yaitu: televise dan
radio. Media elektronik televise mempunyai perbedaan mencolok dengan media
cetak. Fokus perbedaannya tidak hanya berkaitan denga sifat pemberitaannya,
tetapi juga penggunaan visual yang dominan. Televise adalah jenis media massa
yang lebih mengandalkan gambar dari pada unsure lainnya. Visual televise
menggerakkan gambar untuk melengkapi teks seperti dalam surat kabar sehingga
sajian televise terkesan lebih lengkap dan hidup.
Sedangkan,
radio adalah teknologi yang memungkinkan pengiriman sinyal oleh modulasi
gelombang elektromaknetik. Gelombang ini melintas lewat udara dan juga
kevakuman angkasa, gelombang ini tidak memerlukan medium pengangkutan.
Gelombang radio adalah satu bentuk dari radiasi elektromagnetik, dan terbentuk
ketika objek bermuatan listrik dipercepat dengan frekuensi yang terdapat dalam
frekuensi radio dalam spectrum elektromagnetik.
c. Media online (internet)
Internet
merupakan sarana komunikasi yang berkembang begitu pesat. Walaupun penetrasinya
masih terbatas, namun perkembangannya menunjukkan grafik yang memuaskan. Sifat
internet yang real time dengan audiens yang tak terbata menjadikannya sebagai
garda terdepan pembentukan masyarakat informasi. Bahkan informasi yang bersifat
rahasia pun terkadan justru tersebar melalui internet.
Kajian aspek epistemologi dalam
media sosial
Epistemologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari pengetahuan, atau bagaimana sesorang mengetahui apa
yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekaragaman disiplin yang ada
dalam studi komunikasi dan juga akibat perbedaan pemikiran, maka isu-isu
epistemologi menjadi penting. Epistemologi pada hakikatnya menyangkut asumsi
mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk
memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti.
Asumsi-asumsi yang dimaksud,
mencakup tiga gagasan yang saling terkait bahwa: (a) ilmu pengetahuan bisa diperoleh
melalui pencarian akan relasi kausal dan keteraturan antara berbagai komponenen
dunia sosial; (b) relasi kausal dan keteraturan tersebut bisa ditemukan bila
ada pemisahal total antara penyeledik dan subjek yang ditelitinya; serta (c)
pemisahan ini dapat terjamin melalui penggunaan metode ilmiah.
Sebagai institusi sosial, media
sosial berperan penting dalam menyebarkan informasi kepada khalayaknya.
Disamping informasi, media juga memberikan layanan hiburan dan berbagai bentuk
lainnya. Masyarakat mengomsumsi media sesuai dengan jenis dan tingkat
kebutuhannya.
Dalam berita (informatif), hal
terpenting adalah fakta. Pada titik yang paling inti dalam setiap pesannya
pelaporan jurnalisme mesti membawa muatan fakta. Setiap kepingan informasi
mengimplikasikan realitas peristiwa kemasyatakatan. Tiap pesan menjadi netral
dari kemungkinan buruk penafsiran subyektif yang tak berkaitan dengan
kepentingan–kepentingan kebutuhan masyarakat. Charnley (1965 : 22.30)
mengungkapkan kunci standardisasi bahasa penulisan yang memakai pendekatan
ketepatan pelaporan faktualisasi peristiwa, yaitu akurat, seimbang, obyektif,
jelas dan singkat serta mengandung waktu kekinian.
Isu-isu sosial dalam media massa
berkenaan dengan komunikasi yang menimbulkan proses saling mempengaruhi antara
individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok. Hal ini berkaitan
dengan, bagaiamana interaksi dilakukan dengan menggunakan media, bagaimana efek
media sebagai akibat interaksi sosial, bagaimana perubahan sosial yang terjadi
di masyarakat, dan konsekuensi sosial seperti apa yang ditanggung masyarakat
sebagai akibat perubahan sosial yang didorong media massa.
Media massa dapat memberi kontribusi
bagi interaksi dan kehidupan sosial, namun media massa juga dapat member
pengaruh secara difunsional.
Akibat tidak adanya kesepahaman
dalam memperoleh informasi, maka persepsi publik akan berbeda satu sama lain
dan akan memicu bias secara epistemologi. Disatu sisi, ada pihak yang
mengganggap (persepsi) efektivitas pemberitaan media sosial berdampak buruk
bagi mereka dan disisi lain menganggapnya positif.
Dengan
demikian, epistemologi senantiasa mendorong manusia sebagai pelaku persepsi
atau penerima dampak media sosial untuk senantiasa berfikir kritis mengenai
pemberitaan, informasi dan sebagainya. Bahwasanya, apakah konten atau isi
maupun pesan media sebagai sarana komunikasi memberikan dampak baik atau buruk
terhadap perilaku, persepsi maupun opininya sendiri.
Kajian aspek ontologi dalam media
sosial
Ontologi adalah cabang filsafat
mengenai sifat (wujud) atau lebih sempit lagi sifat fenomena yang ingin kita
ketahui. Dalam ilmu pengetahuan sosial ontologi terutama berkaitan dengan
eksistensi manusia. Menurut Stephen Litle John, ontologi adalah
mengerjakan terjadinya pengetahuan dari sebuah gagasan kita tentang realitas.
Bagi ilmu sosial ontologi memiliki keluasan tentang eksistensi kemanusiaan
sedangkan dalam ilmu komunikasi, ontologi menfokuskan pada pemahaman hakikat
interaksi sosial manusia.
Pandangan ontologis dalam ilmu
komunikasi menganggap realitas sosial hadir dalam beragam bentuk konstruksi
mental, berdasarkan pada situasi sosial dan pengalamannya, bersifat lokal dan
spesifik, kemudian bentuk dan formatnya bergantung pada orang yang
menjalaninya.
Media
dalam banyak hal memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi publik.
Pengaruh tersebut bisa jadi datangnya dari kebijakan redaksi atau proses framing yang dilakukan oleh wartawan.
Media
sosial membuat ragam rubrik atau program khusus yang dapat mempengaruhi
persepsi audien. Misalnya, acara khusus mengenai politik. Penyediaan segmen
khusus liputan tentang isu-isu politik bermaksud memberikan rincian yang mendalam mengenai perkembangan politik
yang berlangsung.
Hampir setiap harinya pemberitaan
yang mengangkat wacana-wanaca politik menghiasi pemberitaan media massa, baik
itu cetak, elektronik, dan online. Melalui pesan-pesan media, berbagai macam
informasi mengenai politik seperti pemilu, program-program partai, wawancara
dengan elit-elit parpol, pakar politik, iklan politik dan seterusnya menjadi
konsumsi dan pengetahuan bagi publik.
Misalnya, penggunaan media sosial
untuk tayangan iklan politik. Iklan-iklan partai politik disaksikan setiap
harinya melalu televise, radio, media cetak, dan media online. Iklan politik
ini menawarkan program-program kerja dan mengajak khalayak untuk memilih atau
bersimpati terhadap kandidat ataupun partai politik tertentu. Pencitraan partai
politik dan tokoh politik melalu iklan semakin memperkuat fungsi media massa
dalam aktivitas politik.
Secara subtansial, iklan-iklan
politik di media massa berusaha mengajak langsung calon pemilih (khalayak)
untuk memilih partai politik atau kandidat tertentu. Melalui media massa, para
kandidat politik atau partai politik mengungkapan program-program yang ditawarkannya.
Penggunaan media massa sebagai sarana media kampanye politik akhirnya
diharapkan dapat menggerkaan perilaku pemilih. Dengan demikian hal tersebut
memaksa audien mempersepsi realitas politik yang disusun oleh media sosial.
Fenomena pemberitaan politik terkait
isu-isu hangat yang dikemas sedemikian rupa dan mampu mempengaruhi persepsi
publik ini, membuat efektivitas penggunaan media massa sangatlah berpengaruh.
Gecarnya media massa dalam memberikan isu-isu politik secara umum membuktikan
bahwa media mempunyai pengaruh begitu besar dalam mengangkat peristiwa atau isu
menjadi agenda media dalam menarik perhatian publik dengan menonjolkan isu-isu
politik untuk dapat mempengaruhi persepsi publik.
Aspek aksiologis dalam media sosial
Aksiologi adalah cabang filsafat
yang ingin merefleksikan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh,
lanigan berpendapat bahwa aksiologi adalah studi etika dan estetika. Kata
Aksiologi berasal dari Yunani, yaitu axion yang artinya nilai dan logos yang
artinya ilmu. Dengan demikian, aksiologi dapat diartikan sebagai ilmu tentang
nilai-nilai etika.
Dari uraian diatas dapat dikatakan
bahwa aksiologi adalah kajian tentang nilai manusiawi dan bagaimana cara
mengekspresikannya.
Dalam hubungannya dengan filsafat
komunikasi, Lanigan mengatakan bahwa aksiologi, kategori keempat dari filsafat,
merupakan studi etika dan estetika. Ini berarti, aksiologi adalah suatu kajian
terhadap apa itu nilai-nilai manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya.
Etika sering disebut filsafat moral.
Etika merupakan cabang filsafat yang bebicara mengenai tindakan manusia dalam
kaitannya dengan tujuan utama hidupnya. Etika membahas baik-buruknya atau
benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia serta sekaligus menyoroti
kewajiban-kewajiban manusia. Etika mempersoalkan bagaimana manusia harus
berbuat atau bertindak.
Sedangkan estetika, mempermasalahkan
seni atau keindahan yang diproduksi manusia dan juga estetika berkaitan dengan
imitasi atau reproduksi realitas. Seni sebagai ekspresi sosial atau ekspresi
personal atas suatu realitas.
Jelaslah bagaimana pentingnya bagi
seorang komunikator ketika ia mengemas pemikirannya sebagai isi pesan dengan
bahasa sebagai lambang, untuk terlebih dahulu melakukan pertimbangan nilai (value judgement) apakah pesan yang ia
komunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
Kaitannya denga media sosial, bahwa
realitas media tidak mutlak merupakan cerminan realitas sesungguhnya.
Operasional adalah suatu system yang melibatkan orang-orang dengan kapasitas
dan kepentingan yang memiliki visi, misi, komitmen, dan prinsip-prinsip yang
harus dipegang teguh oleh pengelolahnya, termasuk dalam hal bisnis dan
redaksional.
Laporan media yang sampai ke
khalayak, adalah hasil kerja dari suatu tim yang telah menjalani proses secara
bertahap dan panjang. Memilih peristiwa dan sumber berita oleh wartawan untuk
diliput, sudah bisa “mencemari” konsep obyektivitas. Persoalan selera dalam
meliput adalah persoalan pilihan yang sifatnya bisa subyektif. Ketika berita
sampai di tim editor, obyetivitas kembali menghadapi seleksi tahap kedua.
Editor berhak menentukan liputan mana yang layak di jadikan laporan utama, dan
yang pantas ditempatkan di halaman belakang. Atau liputan mana yang layak muat,
dan mana yang tidak layak muat. Dengan melihat nilai etika dan estetika dari
berita atau informasi yang akan di lempar ke khalayak atau publik.
Para editor media massa memilih dan
menentukan liputan dengan melihat nilai etika dan estetika dari berita atau
informasi yang akan di lempar ke khalayak atau publik.
Informasi yang diterima khalayak
dari media sosial sebagai realitas yang dikonstruksikan media, mengisi benak
mereka sesuai dengan format pemberitaan yang dilakukan media, dengan memberikan
penonjolan-penonjolan tertentu terhadap isu-isu tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar