Selasa, 18 Oktober 2016

Filsafat Budaya Dan Kebudayaan



Filsafat Budaya (Akulturasi) Dan Kebudayaan

Dewasa ini, sedikit orang yang memahami akan artinya akulturasi itu, sehinggga perubahan-perubahan yang terjadi di suatu lingkungan hidup tidak terasa yang pada hakikatnya telah terjadi banyak perubahan yang disebabkan banyak faktor, baik itu dari luar atau pun dari dalam. Padahal dalam kenyataannya perubahan itu dapat dikendalikan dengan pengertian, kesadaran dan dengan menyusun konsepsi corak baru kebudayaan yang lahir dari akulturasi. Dilihat dari agama akulturasi itu dianjurkan, sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. al-Hujurat: 13, yang menegaskan bahwa umat manusia itu terdiri dari satu kesatuan sosial yang mengharuskan bangsa dan kaum berkenalan antara yang satu dengan yang lain. Tegasnya, memperkenalkan kebudayaannya masing-masing.
Akulturasi adalah bentuk asimilasi dalam kebudayaan, pengaruh pada suatu kebudayaan oleh kebudayaan lain yang terjadi apabila pendukung -pendukung dari kebudayaan itu berhubungan lama. Sebuah panitia dari Social Science Research Council, terdiri dari R. Redfield, R. Linton dan M. Herskovits untuk merumuskan akulturasi secara teliti, yang hasilnya mereka mendefinisikan :
 
1Gazalba Sidi, Kebudayaan Sebagai Ilmu, (Jakarta: Pustaka Antara,1968), cet. III, hlm. 119.

“Acculturation comprehends those phenomena which result when groups of individuals having different cultures come into continous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups”.
Untuk dapat berhasil baik akulturasi perlu dipenuhi dengan syarat berikut, yaitu :
a.       Syarat persenyawaan (affinity), yaitu sebuah penemuan baru diterima tanpa “shock”, bila kebudayaan acceptor telah mampu menemukan hal semacam itu                  sendiri. Metode development baru lebih memperhatikan penjiwaan (animation) tradisi daripada penghapusannya.
b.      Syarat keseragaman (homogeneity), harus dapat diolah jangan sampai ditinggalkan.
c.       Syarat fungsi, dibuktikan. Unsur-unsur asing yang hanya diimport untuk gengsi dan kementerengan tidak tahan lama, tapi jawaban atas soal yang dicari tanpa hasil di dalam segera diasimilir bila didapat di luar.
d.      Syarat seleksi, yang ditentukan oleh kebutuhan jasmani dan roahani, objectif dilaksanakan menurut batas-batas habitat dan biome dan selera subjectif, bila dipilih tanpa pertimbangan matang, keutuhan kebudayaan terancam.
Akulturasi adalah proses “midway” antara konfrontasi dan fusi. Dalam konfrontasi belaka, dua pihak berhadapan satu sama lain dalam persaingan yang mungkin menimbulkan konflik.
Sementara ilmu-ilmu kemanusiaan dan khususnya sejarah kebudayaan berupaya membertkan kita gambaran menyeluruh mengenai gejala kebudayaan (bentuk, nilai dan kreasinya), tugas filsafat kebudayaan ialah menyelidiki hakikat kebudayaan, memahaminya berdasarkan sebab-sebab dan kondisi-kondisinya yang esensial. Filsafat kebudayaan juga bertugas menjabarkan kebudayaan pada tujuan-tujuannya yang paling dasar dan karena itu juga menentukan arah dan luas perkembangan budaya.
Karena kebudayaan bersangkutan dengan perkembangan esensial dan kesempurnaan manusia, kerangka dasar filsafat kebudayaan niscaya diletakkan oleh antropologi filosofis, etika dan teologi natural. Antropologi filosofis (filsafat manusia) ber- gumul dengan tilsafat manusia. Etika membentangkan apa yang seharusnya dibuat manusia. Dan teologi natural memaparkan kepada kita tujuan alami manusia. Dasar paling dalam dari antropologi filosofis ini, dan demikian juga dari filsafat kebudayaan, adalah metafisika. Pandangan yang berbeda mengenai kedua disiplin ini tercermin dalam banyak arah filsafat kebudayaan. Dan filsafat kebudayaan baru diperlakukan sebagai ilniu khusus sejak abad ke-18. Cabang khusus filsafat kebudayaan kadang-kadang berkaitan dengan bermacam bidang kebudayaan manusiawi (Ilmu, Masyarakat, Seni, Agama, Sejarah, Bahasa, Teknologi, Hak, Negara).
Kondisi kebudayaan hendaknya dibcdakan dari sebabnya. Karena, kondisi itu sebenarnya tidak menghasilkan kebudayaan, tetapi kondisi itu hanya merupakan lingkungan di mana kebu¬dayaan berkembang dengan mudah atau dengan suatu cara khusus. Yang pantas masuk kondisi ini ialah keadaan geografis dari suatu bangsa, tempatnya dalam sejarah, waktu dan cara bangsa itu berhubungan dengan bangsa dan kebudayaan lain, lembaga-lembaga dan petunjuk-petunjuk budaya yang diwariskan dari masa lampau. Faktor ini mengkondisikan pasang surut perkembangan budaya. Sebenarnya kemajnan budaya yang konstan atau bahkan permantmi budaya itu tidak ada, karena sebab-sebab real kebudayaan adalah kemampuan dan kebutuhan manusia: ilmu bersemi dari hasrat untuk mengetahui intelek teoritis; organisasi sosial dan teknologi muncul dari hasrat yang berakar dalam intelek praktis untuk menata benda- benda; seni tumbuh dari hasrat untuk mencipta; moralitas dan agama muncul dari kecendrungan-kecendrungan moral manusia.
Perbedaan bakat dan kecendrungan dalam manusia, disertai pengembanganya yang secara tepat, pada hakikatnya memacu timbulnya pelbagai macam profesi yang saling melengkapi dan yang membantu meningkatkan kebudayaan semua manusia. Manusia sendiri adalah penyandang dan pencipta kebudayaan. Akan tetapi dia tidak sendirian melainkan anggota dari ber- macam komunitas.
Dan dia berada dalam konteks tradisi historis. Maksudnya, dia adalah penyambung dan penerus rohani dari apa yang sudah diterimanya dari yang lain. Memang, tujuan kebudayaan yang utama ialah pemuasan kebutuhan manusiawi. Akan tetapi kebudayaan juga bertujuan mengembangkan kekayaan-kekayaan yang terkandung dalam kodrat manusiawi dan karena itu kebudayaan mewakili manusia sebagai citra Allah pencipta. Pengaturan dan luasnya kebudayaan tergantung pada apakah individu dan komunitas menilai kebutuhan sejati manusia secara tepat atau tidak, yakni menempatkan tujuan lebih rendah di bawah yang lebih tinggi dan yang lebih tinggi di bawah tujuan tertinggi manusia.
Persoalan penting di sini adalah apakah kesempurnaan tertinggi manusia tercapai seluruhnya dalam kehidupan ini ataukah dalam kehidupan nanti. Manusia terarah kepada kehidupan kekal Namun, ini tidak menolak tuntutan kebudayaan duniawi. Sebaliknya, ini menempatkan tuntutan-tuntutan itu di bawah kebaikan total pribadi manusia yang tidak hanya terbatas pada kehidupan ini. Dengan memperlihatkan tujuan sejati dari seluruh kebudayaan dan cacat dalam kebudayaan dewasa ini, filsafat kebudayaan kiranya dapat mempengaruhi pembaharuan dan peningkatan kebudayaan bagi semua manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar