Filsafat
Budaya (Akulturasi) Dan Kebudayaan
Dewasa ini, sedikit orang yang memahami akan artinya
akulturasi itu, sehinggga perubahan-perubahan yang terjadi di suatu lingkungan
hidup tidak terasa yang pada hakikatnya telah terjadi banyak perubahan yang
disebabkan banyak faktor, baik itu dari luar atau pun dari dalam. Padahal dalam
kenyataannya perubahan itu dapat dikendalikan dengan pengertian, kesadaran dan
dengan menyusun konsepsi corak baru kebudayaan yang lahir dari akulturasi.
Dilihat dari agama akulturasi itu dianjurkan, sebagaimana yang terdapat dalam
Q.S. al-Hujurat: 13, yang menegaskan bahwa umat manusia itu terdiri dari satu
kesatuan sosial yang mengharuskan bangsa dan kaum berkenalan antara yang satu
dengan yang lain. Tegasnya, memperkenalkan kebudayaannya masing-masing.
Akulturasi adalah bentuk asimilasi dalam kebudayaan,
pengaruh pada suatu kebudayaan oleh kebudayaan lain yang terjadi apabila
pendukung -pendukung dari kebudayaan itu berhubungan lama. Sebuah panitia dari Social
Science Research Council, terdiri dari R. Redfield, R. Linton dan M.
Herskovits untuk merumuskan akulturasi secara teliti, yang hasilnya mereka
mendefinisikan :
1Gazalba Sidi, Kebudayaan Sebagai
Ilmu, (Jakarta: Pustaka Antara,1968), cet. III, hlm. 119.
“Acculturation
comprehends those phenomena which result when groups of individuals having
different cultures come into continous first-hand contact, with subsequent
changes in the original cultural patterns of either or both groups”.
Untuk dapat berhasil baik akulturasi perlu dipenuhi dengan
syarat berikut, yaitu :
a. Syarat persenyawaan (affinity),
yaitu sebuah penemuan baru diterima tanpa “shock”, bila kebudayaan acceptor
telah mampu menemukan hal semacam itu sendiri. Metode development
baru lebih memperhatikan penjiwaan (animation) tradisi daripada penghapusannya.
b. Syarat keseragaman (homogeneity),
harus dapat diolah jangan sampai ditinggalkan.
c. Syarat fungsi, dibuktikan.
Unsur-unsur asing yang hanya diimport untuk gengsi dan kementerengan tidak
tahan lama, tapi jawaban atas soal yang dicari tanpa hasil di dalam segera
diasimilir bila didapat di luar.
d. Syarat seleksi, yang ditentukan oleh
kebutuhan jasmani dan roahani, objectif dilaksanakan menurut batas-batas
habitat dan biome dan selera subjectif, bila dipilih tanpa pertimbangan matang,
keutuhan kebudayaan terancam.
Akulturasi adalah proses “midway” antara konfrontasi
dan fusi. Dalam konfrontasi belaka, dua pihak berhadapan satu sama lain
dalam persaingan yang mungkin menimbulkan konflik.
Sementara ilmu-ilmu kemanusiaan dan khususnya sejarah
kebudayaan berupaya membertkan kita gambaran menyeluruh mengenai gejala
kebudayaan (bentuk, nilai dan kreasinya), tugas filsafat kebudayaan ialah
menyelidiki hakikat kebudayaan, memahaminya berdasarkan sebab-sebab dan
kondisi-kondisinya yang esensial. Filsafat kebudayaan juga bertugas menjabarkan
kebudayaan pada tujuan-tujuannya yang paling dasar dan karena itu juga
menentukan arah dan luas perkembangan budaya.
Karena kebudayaan bersangkutan dengan perkembangan esensial
dan kesempurnaan manusia, kerangka dasar filsafat kebudayaan niscaya diletakkan
oleh antropologi filosofis, etika dan teologi natural. Antropologi filosofis
(filsafat manusia) ber- gumul dengan tilsafat manusia. Etika membentangkan apa
yang seharusnya dibuat manusia. Dan teologi natural memaparkan kepada kita
tujuan alami manusia. Dasar paling dalam dari antropologi filosofis ini, dan
demikian juga dari filsafat kebudayaan, adalah metafisika. Pandangan yang
berbeda mengenai kedua disiplin ini tercermin dalam banyak arah filsafat
kebudayaan. Dan filsafat kebudayaan baru diperlakukan sebagai ilniu khusus
sejak abad ke-18. Cabang khusus filsafat kebudayaan kadang-kadang berkaitan
dengan bermacam bidang kebudayaan manusiawi (Ilmu, Masyarakat, Seni, Agama,
Sejarah, Bahasa, Teknologi, Hak, Negara).
Kondisi kebudayaan hendaknya dibcdakan dari sebabnya. Karena,
kondisi itu sebenarnya tidak menghasilkan kebudayaan, tetapi kondisi itu hanya
merupakan lingkungan di mana kebu¬dayaan berkembang dengan mudah atau dengan
suatu cara khusus. Yang pantas masuk kondisi ini ialah keadaan geografis dari
suatu bangsa, tempatnya dalam sejarah, waktu dan cara bangsa itu berhubungan
dengan bangsa dan kebudayaan lain, lembaga-lembaga dan petunjuk-petunjuk budaya
yang diwariskan dari masa lampau. Faktor ini mengkondisikan pasang surut perkembangan
budaya. Sebenarnya kemajnan budaya yang konstan atau bahkan permantmi budaya
itu tidak ada, karena sebab-sebab real kebudayaan adalah kemampuan dan
kebutuhan manusia: ilmu bersemi dari hasrat untuk mengetahui intelek teoritis;
organisasi sosial dan teknologi muncul dari hasrat yang berakar dalam intelek
praktis untuk menata benda- benda; seni tumbuh dari hasrat untuk mencipta;
moralitas dan agama muncul dari kecendrungan-kecendrungan moral manusia.
Perbedaan bakat dan kecendrungan dalam manusia, disertai
pengembanganya yang secara tepat, pada hakikatnya memacu timbulnya pelbagai
macam profesi yang saling melengkapi dan yang membantu meningkatkan kebudayaan
semua manusia. Manusia sendiri adalah penyandang dan pencipta kebudayaan. Akan
tetapi dia tidak sendirian melainkan anggota dari ber- macam komunitas.
Dan dia berada dalam konteks tradisi historis. Maksudnya, dia
adalah penyambung dan penerus rohani dari apa yang sudah diterimanya dari yang
lain. Memang, tujuan kebudayaan yang utama ialah pemuasan kebutuhan manusiawi.
Akan tetapi kebudayaan juga bertujuan mengembangkan kekayaan-kekayaan yang
terkandung dalam kodrat manusiawi dan karena itu kebudayaan mewakili manusia
sebagai citra Allah pencipta. Pengaturan dan luasnya kebudayaan tergantung pada
apakah individu dan komunitas menilai kebutuhan sejati manusia secara tepat
atau tidak, yakni menempatkan tujuan lebih rendah di bawah yang lebih tinggi
dan yang lebih tinggi di bawah tujuan tertinggi manusia.
Persoalan penting di sini adalah apakah kesempurnaan
tertinggi manusia tercapai seluruhnya dalam kehidupan ini ataukah dalam
kehidupan nanti. Manusia terarah kepada kehidupan kekal Namun, ini tidak
menolak tuntutan kebudayaan duniawi. Sebaliknya, ini menempatkan
tuntutan-tuntutan itu di bawah kebaikan total pribadi manusia yang tidak hanya
terbatas pada kehidupan ini. Dengan memperlihatkan tujuan sejati dari seluruh
kebudayaan dan cacat dalam kebudayaan dewasa ini, filsafat kebudayaan kiranya
dapat mempengaruhi pembaharuan dan peningkatan kebudayaan bagi semua manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar