Filsafat Geometri (Aspek Ilmu Pasti)
Geometri merupakan salah satu aspek matematika di
samping aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus.
Dalam pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan
bangun-bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan,
transformasi, dan geometri analitis. Geometri merupakan bagian dari matematika
yang mempelajari pola-pola visual, yang akan menghubungkan matematika dengan
dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai sistem matematika yang
menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi dalam
pembelajarannya bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang
berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di
bumi. Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan
untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang
Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan
volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang matematika
yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang; atau geometri
juga berarti ilmu ukur.
Obyek geometri merupakan hal yang abstrak yang tidak
dapat diraba, dipegang, atau diamati secara langsung melalui panca indera.
Misalnya bila kita menunjuk sebuah persegipanjang dan kemudian menggambarkan
atau membuatnya dengan mnggunakan lidi atau kawat, sesungguhnya itu bukanlah
persegipanjang yang dimaksudkan di dalam geometri. Ia hanyalah sebuah model
persegipanjang. Sedangkan persegipanjang sebenarnya hanya ada dalam alam pikir
manusia. Siapa yang bisa menetapkan seberapa besar garis atau sisi sebuah
persegipanjang. Demikian pula bagaimana dengan ketebalan sebuah persegipanjang.
Hal-hal tersebut tak pernah terungkap di saat membicarakan persegipanjang dan
juga benda-benda geometri yang lainnya. Akan tetapi mereka ada dan dapat
dipelajari sebagai materi matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari dan juga dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Permulaan Geometri
Pada awalnya geometri yang lahir dan berkembang di Mesir dan Babilonia merupakan
sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama
pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan bangunan yang kokoh
dan besar. Teknik-teknik geometri yang berkembang pada masa itu pada umumnya
masih kasar dan bersifat intuitif, akan tetapi cukup akurat dan dapat memenuhi
kebutuhan perhitungan. Berbagai fakta tentang teknik-teknik geometri saat itu
termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kurang tahun 1650 SM dan
ditemukan pada abad ke-9. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang
perhitungan luas daerah suatu persegipanjang, segitiga siku-siku, trapesium
yang mempunyai kaki tegak lurus dengan alasnya, serta formula tentang
pendekatan perhitungan luas lingkaran.
Matematikawan yang pertama kali tidak puas terhadap
metode yang didasari semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640 – 546 SM). Sehingga masyarakat sekarang menghargai Thales
sebagai orang yang selalu berkata ”Buktikan itu!” dan bahkan ia selalau
melakukan pembuktian tersebut (Wakyudin, 2004: 137).
Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582 – 507 SM)
berikut pengikutnya yang dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan lengkah
Thales. Para Pythagorean menggunakan metode pembuktian untuk membuktikan
Teorema Pythagoras dan teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu poligon,
sifat-sifat dari garis-garis yang sejajar, teorema tentang jumlah-jumlah yang
tidak dapat diperbandingkan, serta teorema tentang lima bangun padat beraturan.
Hasil kerja dan prinsip Thales telah menandai awal dari
sebuah era kemajuan matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai
alasan logis yang dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk
menurunkan teorema dari postulat dan selanjutnya untuk disusun pernyataan baru
yang logis. Pengembangan pembuktian deduktif mencapai puncaknya dengan lahirnya
buku karya Euclid yang diberi judul Element.
Element menjadi sebuah karya yang maha penting dalam
sejarah masyarakat dunia yang kebanyakan dari pekerjaan itu bersifat oroginal,
sebagai metode deduktif dengan mendemonstrasikan sebagaian besar
pengetahuan yang diperlukan melalui penalaran. Teorema ke-5 dalam buku ini
cukup dikenal, yaitu sudut alas dalam sebuah segitiga samakaki (isosceles)
adalah kongruen. Metode yang sekarang lebih sering digunakan untuk membuktikan
teorema ini memerlukan konstrukti suatu garis bagi sudut melalui titik
sudutnya.
Dalam buku Element, Euclid menulis banyak pembuktian dari
teori-teori yang sudah terkenal. Karya Euclid sangat berpengaruh sampai saat
ini sehingga dalam geometri untuk garis, titik, bentuk, dan bidang-bidang
namanya digunakan sebagai ”geometri Euclid”.
Demikian selanjutnya, selama lebih kurang empat abad
terakhir Element telah mengalami kritikan dan pujian hingga lambat laun lebih
disempurnakan. Hasil dari berbagai penyempurnaan itu lahirlah geometri
analitik, geometri projektif, topologi, geometri non-Euclid, logika, dan
kalkulus.
Tujuan, Ruang Lingkup dan Objek Geometri
Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran
Matematika di sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar, statistika dan
peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus.
Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah,
menurut Suydan dalam Kusni (1999 : 3) adalah mengembangkan kemampuan berpikir
logis. Berkaitan dengan tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar
untuk memberikan kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya
serta memberikan sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang
diperlukan pada pendidikan jenjang berikutnya. Menurut Kusni, dengan
mempelajari geometri sekaligus dapat menumbuhkembangkan kesenangan intelektual
yang sesungguhnya terhadap matematika.
Geometri menjadi materi penting karena melibatkan
kemampuan kognitif siswa. Soemadi (2000: 1) mengatakan bahwa pada dasarnya
tujuan geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengajar membaca
dan menginterprestasikan argumen-argumen matematika, menanamkan pengetahuan
(geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan mengembangkan kemampuan
keruangan.
Idealnya, pembelajaran geometri tidak hanya mencakup
aspek-aspek formal yang diperlukan untuk sekolah menengah, melainkan juga
memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan menyelidiki,
mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong untuk merumuskan
pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran kesimpulan.
Permasalahan yang kemudian muncul dalam pembelajaran
geometri diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri adalah benda-benda
pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa berpikir
secara kongkret.
Menurut Piaget dalam Ruseffendi (1994 : 19), tahap
pertama anak belajar geometri adalah topologis. Mereka belum mengenal jarak,
belum mengenal kelurusan, dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah sesuatu
itu ada di dalam atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir kongkrit
ke bawah anak-anak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret. Menurut Van
Hiele dalam Ruseffendi, berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan bahwa siswa
belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi,
dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan mengerti, mereka harus
memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih dahulu.
Memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa dari
berpikir secara kongkret menuju tingkat berpikir abstrak, maka teknik
pembelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang lingkup materi geometri tersebut mungkin
bisa sama. Misalnya materi bangun datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP,
SMA, dan hingga perguruan tinggi terus berkembang menjadi geometri analit
datar. Ruang lingkup materi tentang bangun datar, akan tetapi cara penyampaian
dan tingkat kedetailannya berbeda dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.
Secara umum ruang lingkup geometri adalah mengenai garis
dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun ruang, kesimetrian, kesebangunan,
kekongruenan, dan geometri analitis. Dalam perkembangannya, geometri seperti
lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti seperti segitiga, segiempat,
lingkaran, bangun ruang seperti kubus, balok, prisma, bola dan sebaginya. Di
dalam bentuk-bentuk ini terdapat rumus-rumus yang mendasarinya. Termasuk juga
penerapannya dalam sistem koordinat Cartesius baik untuk dimensi dua ataupun
dimensi tiga.
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum
matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya.
Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari
pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan.
Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan
untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat,
vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari
struktur matematika.
Usiskin
mengemukakan bahwa:
1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari
pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan
matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang
tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan
4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan
pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai
kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi
secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto
menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan
kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan
pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta
menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar