Senin, 24 Oktober 2016

Filsafat Geometri (Aspek Ilmu Pasti)



Filsafat Geometri (Aspek Ilmu Pasti)


               Geometri merupakan salah satu aspek matematika di samping aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus. Dalam pembelajaran matematika di sekolah, geometri lebih berkenaan dengan bangun-bangun geometri, garis dan sudut, kesebangunan, kekongruenan, transformasi, dan geometri analitis. Geometri merupakan bagian dari matematika yang mempelajari pola-pola visual, yang akan menghubungkan matematika dengan dunia nyata. Geometri juga dapat dipandang sebagai sistem matematika yang menyajikan fenomena yang bersifat abstrak (tidak nyata), akan tetapi dalam pembelajarannya bertahap didahului dengan benda-benda kongkret sebagai media sesuai dengan tahap perkembangan anak.
               Kata geometri berasal dari bahasa Yunani (greek) yang berarti ukuran bumi. Maksudnya mencakup mengukur segala sesuatu yang ada di bumi. Geometri kuno sebagian dimulai dari pengukuran praktis yang diperlukan untuk pertanian orang – orang Babylonia dan Mesir. Kemudian geometri orang Mesir dan Babyloni ini diperluas untuk perhitungan panjang ruas garis, luas dan volume. Menurut kamus Bahasa Indonesia, “Geometri” merupakan cabang matematika yang menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang; atau geometri juga berarti ilmu ukur.
               Obyek geometri merupakan hal yang abstrak yang tidak dapat diraba, dipegang, atau diamati secara langsung melalui panca indera. Misalnya bila kita menunjuk sebuah persegipanjang dan kemudian menggambarkan atau membuatnya dengan mnggunakan lidi atau kawat, sesungguhnya itu bukanlah persegipanjang yang dimaksudkan di dalam geometri. Ia hanyalah sebuah model persegipanjang. Sedangkan persegipanjang sebenarnya hanya ada dalam alam pikir manusia. Siapa yang bisa menetapkan seberapa besar garis atau sisi sebuah persegipanjang. Demikian pula bagaimana dengan ketebalan sebuah persegipanjang. Hal-hal tersebut tak pernah terungkap di saat membicarakan persegipanjang dan juga benda-benda geometri yang lainnya. Akan tetapi mereka ada dan dapat dipelajari sebagai materi matematika yang sangat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam pengembangan ilmu dan teknologi.

Permulaan Geometri
Pada awalnya geometri yang lahir dan berkembang di Mesir dan Babilonia merupakan sebuah hasil dari keinginan dan harapan para pemimpin pemerintahan dan agama pada masa itu. Hal ini dimaksudkan untuk bisa mendirikan bangunan yang kokoh dan besar. Teknik-teknik geometri yang berkembang pada masa itu pada umumnya masih kasar dan bersifat intuitif, akan tetapi cukup akurat dan dapat memenuhi kebutuhan perhitungan. Berbagai fakta tentang teknik-teknik geometri saat itu termuat dalam Ahmes Papirus yang ditulis lebih kurang tahun 1650 SM dan ditemukan pada abad ke-9. Dalam Papirus ini terdapat formula tentang perhitungan luas daerah suatu persegipanjang, segitiga siku-siku, trapesium yang mempunyai kaki tegak lurus dengan alasnya, serta formula tentang pendekatan perhitungan luas lingkaran.
Matematikawan yang pertama kali tidak puas terhadap metode yang didasari semata-mata pada pengalaman adalah Thales (640 546 SM). Sehingga masyarakat sekarang menghargai Thales sebagai orang yang selalu berkata ”Buktikan itu!” dan bahkan ia selalau melakukan pembuktian tersebut (Wakyudin, 2004: 137).
Sepeninggal Thales muncullah Pythagoras (582 – 507 SM) berikut pengikutnya yang dikenal dengan sebutan Pythagorean melanjutkan lengkah Thales. Para Pythagorean menggunakan metode pembuktian untuk membuktikan Teorema Pythagoras dan teorema-teorema jumlah sudut dalam suatu poligon, sifat-sifat dari garis-garis yang sejajar, teorema tentang jumlah-jumlah yang tidak dapat diperbandingkan, serta teorema tentang lima bangun padat beraturan.
Hasil kerja dan prinsip Thales telah menandai awal dari sebuah era kemajuan matematika yang mengembangkan pembuktian deduktif sebagai alasan logis yang dapat diterima. Pembuktian deduktif diperlukan untuk menurunkan teorema dari postulat dan selanjutnya untuk disusun pernyataan baru yang logis. Pengembangan pembuktian deduktif mencapai puncaknya dengan lahirnya buku karya Euclid yang diberi judul Element.
Element menjadi sebuah karya yang maha penting dalam sejarah masyarakat dunia yang kebanyakan dari pekerjaan itu bersifat oroginal, sebagai metode deduktif dengan mendemonstrasikan sebagaian besar pengetahuan yang diperlukan melalui penalaran. Teorema ke-5 dalam buku ini cukup dikenal, yaitu sudut alas dalam sebuah segitiga samakaki (isosceles) adalah kongruen. Metode yang sekarang lebih sering digunakan untuk membuktikan teorema ini memerlukan konstrukti suatu garis bagi sudut melalui titik sudutnya.
Dalam buku Element, Euclid menulis banyak pembuktian dari teori-teori yang sudah terkenal. Karya Euclid sangat berpengaruh sampai saat ini sehingga dalam geometri untuk garis, titik, bentuk, dan bidang-bidang namanya digunakan sebagai ”geometri Euclid”.
Demikian selanjutnya, selama lebih kurang empat abad terakhir Element telah mengalami kritikan dan pujian hingga lambat laun lebih disempurnakan. Hasil dari berbagai penyempurnaan itu lahirlah geometri analitik, geometri projektif, topologi, geometri non-Euclid, logika, dan kalkulus.
Tujuan, Ruang Lingkup dan Objek Geometri
Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran Matematika di sekolah, di samping aspek bilangan, aljabar, statistika dan peluang, logika, trigonometri, dan kalkulus.
Salah satu tujuan diajarkannya geometri di sekolah, menurut Suydan dalam Kusni (1999 : 3) adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis. Berkaitan dengan tujuan ini, pengenalan geometri mempunyai tujuan dasar untuk memberikan kesempatan siswa menganalisis lebih jauh dunia tempat hidupnya serta memberikan sejak dini landasan berupa konsep-konsep dan peristilahan yang diperlukan pada pendidikan jenjang berikutnya. Menurut Kusni, dengan mempelajari geometri sekaligus dapat menumbuhkembangkan kesenangan intelektual yang sesungguhnya terhadap matematika.
Geometri menjadi materi penting karena melibatkan kemampuan kognitif siswa. Soemadi (2000: 1) mengatakan bahwa pada dasarnya tujuan geometri adalah mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengajar membaca dan menginterprestasikan argumen-argumen matematika, menanamkan pengetahuan (geometri) yang diperlukan untuk studi lanjut dan mengembangkan kemampuan keruangan.
Idealnya, pembelajaran geometri tidak hanya mencakup aspek-aspek formal yang diperlukan untuk sekolah menengah, melainkan juga memfokuskan pada lingkungan fisik siswa. Siswa diberi kesempatan menyelidiki, mencoba, menemukan, menduga berbagai ide, dan didorong untuk merumuskan pernyataan yang tepat, logis, serta memeriksa kebenaran kesimpulan.
Permasalahan yang kemudian muncul dalam pembelajaran geometri diantaranya adalah berkaitan dengan objek geometri adalah benda-benda pikir yang abstrak, sedangkan tingkat perkembangan berpikir siswa berpikir secara kongkret.
Menurut Piaget dalam Ruseffendi (1994 : 19), tahap pertama anak belajar geometri adalah topologis. Mereka belum mengenal jarak, belum mengenal kelurusan, dan semacamnya. Mereka baru mengenal apakah sesuatu itu ada di dalam atau ada di luar. Demikian pula pada tahap berpikir kongkrit ke bawah anak-anak masih memerlukan bantuan benda-benda kongkret. Menurut Van Hiele dalam Ruseffendi, berdasarkan hasil penemuannya mengemukakan bahwa siswa belajar geometri melalui 5 tahap : pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Agar siswa belajar geometri dengan mengerti, mereka harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah terlebih dahulu.
Memperhatikan tingkat perkembangan berpikir siswa dari berpikir secara kongkret menuju tingkat berpikir abstrak, maka teknik pembelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan menjadi berbeda. Sedangkan ruang lingkup materi geometri tersebut mungkin bisa sama. Misalnya materi bangun datar, telah dipelajari dari jenjang SD, SMP, SMA, dan hingga perguruan tinggi terus berkembang menjadi geometri analit datar. Ruang lingkup materi tentang bangun datar, akan tetapi cara penyampaian dan tingkat kedetailannya berbeda dari satu jenjang ke jenjang berikutnya.
Secara umum ruang lingkup geometri adalah mengenai garis dan sudut, bangun-bangun datar, bangun-bangun ruang, kesimetrian, kesebangunan, kekongruenan, dan geometri analitis. Dalam perkembangannya, geometri seperti lebih merujuk ke bentuk-bentuk yang sudah pasti seperti segitiga, segiempat, lingkaran, bangun ruang seperti kubus, balok, prisma, bola dan sebaginya. Di dalam bentuk-bentuk ini terdapat rumus-rumus yang mendasarinya. Termasuk juga penerapannya dalam sistem koordinat Cartesius baik untuk dimensi dua ataupun dimensi tiga.
Geometri menempati posisi khusus dalam kurikulum matematika menengah, karena banyaknya konsep-konsep yang termuat di dalamnya. Dari sudut pandang psikologi, geometri merupakan penyajian abstraksi dari pengalaman visual dan spasial, misalnya bidang, pola, pengukuran dan pemetaan. Sedangkan dari sudut pandang matematik, geometri menyediakan pendekatan-pendekatan untuk pemecahan masalah, misalnya gambar-gambar, diagram, sistem koordinat, vektor, dan transformasi. Geometri juga merupakan lingkungan untuk mempelajari struktur matematika.
Usiskin mengemukakan bahwa:
1. geometri adalah cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual,
2. geometri adalah cabang matematika yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata,
3. geometri adalah suatu cara penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, dan


4. geometri adalah suatu contoh sistem matematika.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik. Sedangkan Budiarto menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar