Minggu, 06 November 2016

Positivisme Auguste Comte



Positivisme Auguste Comte

Filsafat positivisme diantarkan oleh Auguste Comte pada abad ke 19. Auguste Comte memiliki nama yang panjang yaitu Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte. Beliau dilahirkan di Montpellier pada tanggal 19 Januari 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama katolik dan meninggal di Paris pada tanggal 5 September 1857 pada umur 59 tahun. Karyanya yang pokok adalah Cours de philosophie positive, atau “kursus tentang filsafat positif” tahun 1830-1842 yang diterbitkan dalam 6 jilid. dan Discours L’esprit positive tahun 1844.
Comte kecil tinggal di sebuah kota kecil bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di École Polytechnique di Paris (1814), yang kemudian menghantarkannya menjadi seorang matematikawan yang brilian. Comte memulai karir profesionalnya dengan memberi les dalam bidang matematika. Meskipun ia telah memperoleh pendidikan dalam bidang matematika, namun perhatian yang sebenarnya ialah masalah-masalah kemanusiaan dan sosial. Perhatiannya tersebut kemudian berkembang setelah ia bertemu dengan Henri de Saint-Simon, seorang ahli teori sosial yang tertarik pada reformasi utopis dan pendiri awal sosialisme Eropa, yang kemudian  mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Dengan Simon, Comte menjalin kerjasama yang erat dalam pengembangan karya awalnya. Namun, setelah tujuh tahun pasangan ini akhirnya pecah karena perdebatan mengenai kepengarangan karya bersama, dan Comte pun meninggalkan pembimbingnya tersebut.Namun, walaupun Comte tidak lagi bekerjasama dengan Simon, pengaruhnya tetap saja melekat sepanjang hidup Comte.
Pasca meninggalkan Simon, Comte selanjutnya meneliti tentang filosofi Positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama“Plan de travaux scientifiques nécessaires pour réorganiser la société”pada tahun 1822 (Rencana studi ilmiah untuk pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis sehingga menghambat penelitiannya.
Sementara Comte sedang mengembangkan filsafat positifnya yang komprehensif, ia menikah dengan seorang bekas pelacur bernama Caroline Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826 dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang dulu direncanakannya. Namun sayangnya, pada tahun 1842 ia bercerai dengan Massin. Saat-saat di antara pengerjaan kembali rencananya sampai pada perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul “Course of Positive Philosophy”.
Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clothilde de Vaux, seorang wanita yang sedang di tinggal suaminya.Perasaan Comte terhadap Clothilde cukup besar, namun sayangnya hal itu tak berlangsung lama karena Clothilde mengidap TBC dan akhirnya meninggal. Hal ini mengakibatkan Comte cukup terguncang, sampai bersumpah bahwa ia akan membaktikan hidupnya untuk mengenang “bidadari” nya tersebut.
Sifat tulisan Comte umumnya berubah secara mencolok pasca menjalin hubungan dengan Clothilde. Dalam karya keduanya “System of Positive Politics”, ia menggagas bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam dalam kehidupannya adalah perasaan, bukan pertumbuhan intelegensi manusia yang mantap. Dia mengusulkan suatu reorganisasi masyarakat, dengan sejumlah tata cara yang dirancang untuk membangkitkan cinta murni tanpa egois demi kebesaran manusia. Tujuannya ialah mengembangkan suatu agama yang baru yaitu agama Humanitas. Dan pada gilirannya ia menyatakan diri sebagai pendiri agama universal, Imam Agung Humanitas.
Meskipun egois dan egosentris, Auguste Comte mengabdikan dirinya untuk kemajuan masyarakat sampai akhir hayatnya.Ia meninggal karena kanker perut di Paris pada tanggal 5 September 1857.

Positivisme
Semenjak abad ke 17 rasionalisme Rene Descartes mencapai posisi penting bagi ilustrasi keilmuan manusia, pemikirannya bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Lalu dilanjutkan dengan empirisme yang mencapai puncak pada masa David Hume yang mana pengetahuan hanya bersumber dari pengalaman dan terbatas pada dunia cerapan indera saja. Selanjutnya pada abad ke 19 muncullah positivisme yang diperkenalkan oleh Auguste Comte.
Pandangan ini bukan barang yang sama sekali baru karena sebelum Kant sudah berkembang empirisme yang dalam beberapa segi bersesuaian dengan positivisme.  Kesamaan positivisme dengan empirisme adalah bahwa keduanya mengutamakan pengalaman. Perbedaannya terletak pada; bahwa positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman obyektif, tetapi empirisme juga menerima pengalaman-pengalaman batiniah atau pengalaman-pengalaman yang subyektif.
Untuk Positivisme sendiri berasal dari bahasa Inggris: positivism; dari bahasa latinpositivus,ponere yang berarti meletakkan. Positivisme sekarang merupakan suatu istilah umum untuk posisi filosofis yang menekankan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan ilmiah. Dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan faktualpada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau dengan kata lain, positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam (empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Filsafat positivisme diturunkan dari kata “positif”. Filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Segala uraian dan persoalan di luar apa yang ada sebagai fakta atau kenyataan dikesampingkan. Artinya yang dijadikan sumber pengetahuan adalah hal-hal atau gejala yang tampak. Segala fakta yang menyajikan diri kepada kita sebagai penampakan atau gejala, kita terima seperti apa adanya. Setelah itu kita berusaha untuk mengatur fakta-fakta tadi menurut hukum tertentu, akhirnya dengan berpangkal kepada hukum-hukum yang telah ditemukan tadi kita mencoba melihat ke masa depan, apa yang akan tampak sebagai gejala dan menyesuaikandengan dirinya.
Pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia menyempurnakan empirisme dan rasionalisme. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme. Misalnya, hal panas. Positivisme mengatakan bahwa air mendidih adalah 100 derajat celcius, besi mendidih 1000 derajat celcius, dan yang lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton, dan seterusnya. Ukuran - ukuran tadi adalah operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat.
Intinya, positivisme tidak hanya menggunakan metode rasionalisme saja atau empirisme saja, tetapi menggabungkan keduanya dengan cara melihat gejala yang fakta dan nampak lalu merasionalkannya dengan mencoba meramalkan gejala yang akan terjadi setelahnya. Contohnya hari ini langit mendung, itu adalah bagian dari empirisme, lalu diperkirakan sebentar lagi akan turun hujan, itu merupakan bagian dari rasionalisme. Jadi ide positivisme di sini adalah berpatokan pada gejala yang telah nampak.

Konsep Sentral dan Komparasi dari ajaran Positivisme
Konsep sentral dari ajaran positivisme ini lebih pada tahap-tahap pemikiran manusia atau hukum 3 tahap dan masyarakat, karena dengan pemikiran tersebut Auguste Comte juga disebut Bapak dari sosiologi.
Sedang komparasi terhadap ajaran positivisme ini lebih pada pemikiran empirismenya Hegel. Kesamaan antara positivisme dengan empirisme seperti yang timbul di Inggris, keduannya mengutamakan pengalaman. Bahwa ajaran positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman yang bersifat obyektif. Namun untuk empirisme hanya menerima pengalaman-pengalaman yang bersifat bathiniah atau pengalaman yang subyektif.Untuk ajaran Comte tentang masyarakat yang mewujudkan suatu filsafat tentang sejarah. Bahwasannya ajaran Comte tentang hukum 3 tahap atau 3 zaman, secara formal sejenis dengan dialetikanya Hegel.Sama seperti Hegel, Comte memeriksa banyak sekali fakta-fakta sejarah serta menggabungkannya menjadi suatu sistem. Kedalam filsafat sejarah itu dimasukkan perkembangan kenegaraan, kehakiman, dan kemasyarakatan, juga perkembangan kesenian, agama, ilmu dan filsafat.
Disinilah Comte melebihi Hegel. Di mana-mana ditemukannya hukum 3 tahap. Tiap tahap sesuai dengan suatu bentuk masyarakat tertentu. Umpamanya, pada zaman teologi di bidang social terdapat kepercayaan kepada hukum ilahi, sedang di bidang pemerintahan terdapat bentuk feodalisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar