Positivisme Auguste Comte
Filsafat positivisme diantarkan oleh Auguste Comte pada
abad ke 19. Auguste Comte memiliki nama yang panjang yaitu Isidore Marie
Auguste Francois Xavier Comte. Beliau dilahirkan di Montpellier pada tanggal 19
Januari 1798 dari keluarga pegawai negeri yang beragama katolik dan meninggal
di Paris pada tanggal 5 September 1857 pada umur 59 tahun. Karyanya yang pokok
adalah Cours de philosophie positive, atau “kursus tentang filsafat
positif” tahun 1830-1842 yang diterbitkan dalam 6 jilid. dan Discours L’esprit positive tahun 1844.
Comte kecil tinggal di
sebuah kota kecil bagian barat daya dari negara Perancis. Setelah
bersekolah disana, ia melanjutkan pendidikannya di École
Polytechnique di Paris (1814), yang kemudian menghantarkannya menjadi
seorang matematikawan yang brilian. Comte memulai karir profesionalnya dengan
memberi les dalam bidang matematika. Meskipun ia telah memperoleh pendidikan
dalam bidang matematika, namun perhatian yang sebenarnya ialah masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial. Perhatiannya tersebut kemudian berkembang setelah ia
bertemu dengan Henri de Saint-Simon, seorang ahli teori sosial yang tertarik
pada reformasi utopis dan pendiri awal sosialisme Eropa, yang kemudian
mempekerjakan Comte sebagai sekretarisnya.
Dengan Simon, Comte menjalin kerjasama yang erat dalam
pengembangan karya awalnya. Namun, setelah tujuh tahun pasangan ini akhirnya
pecah karena perdebatan mengenai kepengarangan karya bersama, dan Comte pun
meninggalkan pembimbingnya tersebut.Namun, walaupun Comte tidak lagi
bekerjasama dengan Simon, pengaruhnya tetap saja melekat sepanjang hidup Comte.
Pasca meninggalkan Simon, Comte selanjutnya meneliti tentang
filosofi Positivisme. Rencananya ini kemudian dipublikasikan dengan nama“Plan de travaux scientifiques nécessaires
pour réorganiser la société”pada tahun 1822 (Rencana studi ilmiah untuk
pengaturan kembali masyarakat). Tetapi ia gagal mendapatkan posisi akademis
sehingga menghambat penelitiannya.
Sementara Comte sedang mengembangkan filsafat positifnya
yang komprehensif, ia menikah dengan seorang bekas pelacur bernama Caroline
Massin. Comte dikenal arogan, kejam dan mudah marah sehingga pada tahun 1826
dia dibawa ke sebuah rumah sakit jiwa, tetapi ia kabur sebelum sembuh. Kemudian
setelah kondisinya distabilkan oleh Massin, ia mengerjakan kembali apa yang
dulu direncanakannya. Namun sayangnya, pada tahun 1842 ia bercerai dengan
Massin. Saat-saat di antara pengerjaan kembali rencananya sampai pada
perceraiannya, ia mempublikasikan bukunya yang berjudul “Course of Positive
Philosophy”.
Pada tahun 1844, Comte menjalin kasih dengan Clothilde de
Vaux, seorang wanita yang sedang di tinggal suaminya.Perasaan Comte terhadap
Clothilde cukup besar, namun sayangnya hal itu tak berlangsung lama karena
Clothilde mengidap TBC dan akhirnya meninggal. Hal ini mengakibatkan Comte
cukup terguncang, sampai bersumpah bahwa ia akan membaktikan hidupnya untuk
mengenang “bidadari” nya tersebut.
Sifat tulisan Comte umumnya berubah secara mencolok pasca
menjalin hubungan dengan Clothilde. Dalam karya keduanya “System of Positive
Politics”, ia menggagas bahwa kekuatan yang sebenarnya mendorong orang dalam
dalam kehidupannya adalah perasaan, bukan pertumbuhan intelegensi manusia yang
mantap. Dia mengusulkan suatu reorganisasi masyarakat, dengan sejumlah tata
cara yang dirancang untuk membangkitkan cinta murni tanpa egois demi kebesaran
manusia. Tujuannya ialah mengembangkan suatu agama yang baru yaitu agama
Humanitas. Dan pada gilirannya ia menyatakan diri sebagai pendiri agama universal,
Imam Agung Humanitas.
Meskipun egois dan egosentris, Auguste Comte mengabdikan
dirinya untuk kemajuan masyarakat sampai akhir hayatnya.Ia meninggal karena
kanker perut di Paris pada tanggal 5 September 1857.
Positivisme
Semenjak abad ke 17 rasionalisme Rene
Descartes mencapai posisi penting bagi ilustrasi keilmuan manusia, pemikirannya
bahwa akal adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Lalu
dilanjutkan dengan empirisme yang mencapai puncak pada masa David Hume yang
mana pengetahuan hanya bersumber dari pengalaman dan terbatas pada dunia cerapan
indera saja. Selanjutnya pada abad ke 19 muncullah positivisme yang
diperkenalkan oleh Auguste Comte.
Pandangan ini bukan barang yang sama
sekali baru karena sebelum Kant sudah berkembang empirisme yang dalam beberapa
segi bersesuaian dengan positivisme. Kesamaan
positivisme dengan empirisme adalah bahwa keduanya mengutamakan pengalaman.
Perbedaannya terletak pada; bahwa
positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman obyektif, tetapi
empirisme juga menerima pengalaman-pengalaman batiniah atau
pengalaman-pengalaman yang subyektif.
Untuk Positivisme sendiri berasal dari
bahasa Inggris: “positivism”; dari bahasa
latin“positivus,ponere” yang berarti
meletakkan. Positivisme sekarang merupakan suatu istilah umum untuk posisi
filosofis yang menekankan aspek faktual pengetahuan, khususnya pengetahuan
ilmiah. Dan umumnya positivisme berupaya menjabarkan pernyataan-pernyataan
faktualpada suatu landasan pencerapan (sensasi). Atau dengan kata lain,
positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu-ilmu alam
(empiris) sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak nilai
kognitif dari studi filosofis atau metafisik.
Filsafat positivisme diturunkan dari
kata “positif”. Filsafat ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang
faktual, yang positif. Segala uraian dan persoalan di luar apa yang ada sebagai
fakta atau kenyataan dikesampingkan. Artinya yang dijadikan sumber pengetahuan
adalah hal-hal atau gejala yang tampak. Segala fakta yang menyajikan diri
kepada kita sebagai penampakan atau gejala, kita terima seperti apa adanya.
Setelah itu kita berusaha untuk mengatur fakta-fakta tadi menurut hukum
tertentu, akhirnya dengan berpangkal kepada hukum-hukum yang telah ditemukan
tadi kita mencoba melihat ke masa depan, apa yang akan tampak sebagai gejala
dan menyesuaikandengan dirinya.
Pada dasarnya positivisme bukanlah
suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia menyempurnakan empirisme dan
rasionalisme. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah (scientific method) dengan memasukkan
perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran
ialah yang logis, ada bukti empiris yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan
penting positivisme. Misalnya, hal panas. Positivisme mengatakan bahwa air mendidih
adalah 100 derajat celcius, besi mendidih 1000 derajat celcius, dan yang
lainnya misalnya tentang ukuran meter, ton, dan seterusnya. Ukuran - ukuran
tadi adalah operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat.
Intinya, positivisme tidak hanya
menggunakan metode rasionalisme saja atau empirisme saja, tetapi menggabungkan
keduanya dengan cara melihat gejala yang fakta dan nampak lalu merasionalkannya
dengan mencoba meramalkan gejala yang akan terjadi setelahnya. Contohnya hari
ini langit mendung, itu adalah bagian dari empirisme, lalu diperkirakan
sebentar lagi akan turun hujan, itu merupakan bagian dari rasionalisme. Jadi
ide positivisme di sini adalah berpatokan pada gejala yang telah nampak.
Konsep Sentral dan Komparasi dari
ajaran Positivisme
Konsep sentral dari ajaran
positivisme ini lebih pada tahap-tahap pemikiran manusia atau hukum 3 tahap dan
masyarakat, karena dengan pemikiran tersebut Auguste Comte juga disebut Bapak
dari sosiologi.
Sedang komparasi terhadap ajaran
positivisme ini lebih pada pemikiran empirismenya Hegel. Kesamaan antara
positivisme dengan empirisme seperti yang timbul di Inggris, keduannya
mengutamakan pengalaman. Bahwa ajaran positivisme hanya membatasi diri pada pengalaman-pengalaman
yang bersifat obyektif. Namun untuk empirisme hanya menerima
pengalaman-pengalaman yang bersifat bathiniah atau pengalaman yang
subyektif.Untuk ajaran Comte tentang masyarakat yang mewujudkan suatu filsafat
tentang sejarah. Bahwasannya ajaran Comte tentang hukum 3 tahap atau 3 zaman,
secara formal sejenis dengan dialetikanya Hegel.Sama seperti Hegel, Comte
memeriksa banyak sekali fakta-fakta sejarah serta menggabungkannya menjadi
suatu sistem. Kedalam filsafat sejarah itu dimasukkan perkembangan kenegaraan,
kehakiman, dan kemasyarakatan, juga perkembangan kesenian, agama, ilmu dan
filsafat.
Disinilah Comte
melebihi Hegel. Di mana-mana ditemukannya hukum 3 tahap. Tiap tahap sesuai
dengan suatu bentuk masyarakat tertentu. Umpamanya, pada zaman teologi di bidang
social terdapat kepercayaan kepada hukum ilahi, sedang di bidang pemerintahan
terdapat bentuk feodalisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar