Filsafat
Neoliberalisme
Neoliberalisme yang juga dikenal
sebagai paham ekonomi neoliberal
mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya
merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi
oleh teori perekonomian neoklasik
yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi
domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi
dan High Cost
Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif. Paham ini
memfokuskan pada pasar bebas
dan perdagangan
bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua
negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat
atau rakyat sebuah negara dan modernisasi
melalui peningkatan efisiensi
perdagangan dan mengalirnya investasi.
Secara
umum paham ini lahir dari rahim aliran filsafat liberalisme atau paham serba
bebas. Pencetusnya dua filosof Inggeris abad ke-17 M, Thomas Hobbes dan John
Locke. Aliran ini berkembang pasat pada abad ke-18 M. Menurut dua filosof ini
dalam kodratnya manusia bukanlah mahluk altruistik atau cinta kepada
masyarakat. Karena itu cenderung pula tidak kooperatif atau bekerja sama dengan
sesama anggota masyarakat. Bawaan manusia sebagai hewan berakal (animal
rationale) adalah mengutamakan kepentingan pribadi. Dalam bukunya Leviathan
Thomas Hobbes mengatakan bahwa “manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”
(homo homini lopus). Semboyannya yang lain yang terkenal ialah “a war of all
against all”. Untuk mengatasi situasi hukum rimba yang serba kejam itu harus ada
negara yang dikuasai oleh satu orang secara mutlak, yaitu monarki absolute.
Bentuk kekuasaan absolut ini dijumpai dalam pribadi Raja Louis IX yang terkenal
dengan semboyannya “Le`etat est moi” (negara adalah saya). Dengan jalan
piikiran yang sama John Locke membawa liberalismenya ke tempat lain.
Kebebasan,
menurutnya, tak punya nilai instrinsik. Nilai ditambahkan manusia dalam
kehidupan sosialnya. Ia menunjuk property sebagai sumber nilai yang membawa
manusia mau hidup bermasyarakat. Hanya hal-hal yang bersifat kebendaan yang
dapat dijadikan dasar untuk membangun suatu masyarakat. Lebih jauh baginya
kehidupan sosial tak lebih daripada gelanggang persaingan bebas antar individu.
Sebaik-baiknya cara agar masyarakat maju dan berkembang ialah dengan membiarkan
persaingan itu berlangsung tanpa campur tangan negara. Berdasarkan pemkiran dua
fiolosof abad ke-17 itu Adam Smith (1723-1790) mengembangkannya menjadi aliran
pemikiran ekonomi. Menurutnya pusat kehidupan sosial yang ideal adalah pasar.
Neoliberalisme
bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar, dengan pembenaran mengacu pada kebebasan.
Seperti pada
contoh kasus upah pekerja, dalam pemahaman neoliberalisme pemerintah tidak
berhak ikut campur dalam penentuan gaji pekerja atau dalam masalah-masalah
tenaga kerja sepenuhnya ini urusan antara si pengusaha pemilik modal dan si
pekerja. Pendorong utama kembalinya kekuatan kekuasaan pasar adalah privatisasi aktivitas-aktivitas ekonomi, terlebih pada
usaha-usaha industri yang dimiliki-dikelola pemerintah.
Tapi
privatisasi ini tidak terjadi pada negara-negara kapitalis besar, justru
terjadi pada negara-negara Amerika Selatan dan negara-negara miskin berkembang lainnya.
Privatisasi ini telah mengalahkan proses panjang nasionalisasi yang menjadi kunci negara berbasis
kesejahteraan. Nasionalisasi yang menghambat aktivitas pengusaha harus
dihapuskan.
Revolusi
neoliberalisme ini bermakna bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang
berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum
Neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik
dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya
menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.
Dalam titik ini pemerintah menjalankan
kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti
subsidi, sehingga fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publik harus
dikurangi.
Akhirnya
logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Ini menjadi pondasi dasar
neoliberalism, menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Semua
pelayanan publik yang diselenggarakan negara harusnya menggunakan prinsip
untung-rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut, dalam hal ini untung
rugi ekonomi bagi pemerintah. Pelayanan publik semata, seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi.
Neoliberalisme tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum.
Tidak ada
wilayah kehidupan yang tidak bisa dijadikan komoditi barang jualan. Semangat
neoliberalisme adalah melihat seluruh kehidupan sebagai sumber laba korporasi. Misalnya dengan sektor sumber daya air, program
liberalisasi sektor sumber daya air yang implementasinya dikaitkan oleh Bank
Dunia dengan skema watsal atau water resources sector adjustment loan.
Air dinilai sebagai barang ekonomis yang pengelolaannya pun harus dilakukan
sebagaimana layaknya mengelola barang ekonomis. Dimensi sosial dalam sumberdaya
public goods direduksi hanya sebatas sebagai komoditas ekonomi semata.
Hak penguasaan atau konsesi atas sumber daya air ini dapat dipindah tangankan
dari pemilik satu ke pemilik lainnya, dari satu korporasi ke korporasi lainnya,
melalui mekanisme transaksi jual beli. Selanjutnya sistem pengaturan beserta
hak pengaturan penguasaan sumber air ini lambat laun akan dialihkan ke suatu
badan berbentuk korporasi bisnis atau konsursium korporasi
bisnis yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta nasional atau
perusahaan swasta atau bahkan perusahaan multinasional
dan perusahaan transnasional.
Satu kelebihan
neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, menawarkan
penyederhanaan politik sehingga pada titik tertentu politik tidak lagi
mempunyai makna selain apa yang ditentukan oleh pasar dan pengusaha. Dalam
pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan
nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu
cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran di luar rel
pasar dianggap salah.
Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah
tempat dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan perdagangan bebas sebagai cara untuk perluasan pasar melalui WTO,
akhirnya kerap dianggap sebagai Neoimperialisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar