Minggu, 06 November 2016

Filsafat Taoisme



Filsafat Taoisme

Taoisme merupakan filsafat Laozi dan Zhuangzi (570 SM ~470 SM) tetapi bukan agama. Taoisme berasalkan dari kata “Dao” yang berarti tidak berbentuk, tidak terlihat tetapi merupakan asas atau jalan atau cara kejadian kesemua benda hidup dan benda-benda alam semesta dunia. Dao yang wujud dalam kesemua benda hidup dan kebendaan adalah “De”. Gabungan Dao dengan De diperkenalkan sebagai Taoisme merupakan asasi alamiah. Taoisme bersifat tenang, tidak berbalah, bersifat lembut seperti air, dan berabadi. Keabadian manusia adalah apabila seseorang mencapai “Kesedaran Dao”. Penganut-penganut Taoisme mempraktekan Dao untuk mencapai “Kesedaran Dao” dan juga mendewakan.
Taoisme juga memperkenalkan teori Yinyang. Yin dan Yang dengan saintifiknya diterjemahkan sebagai negatif dan positif. Setiap benda adalah dualisme, terdapat positif mesti adanya negatif; tidak bernegatif dan tidak berpositif jadinya kosong, tidak ada apa-apa. Bahkan magnet, magnet memiliki kutub positif dan negatif, kedua-dua sifat tidak bisa diasingkan; tanpa positif, tidak akan wujud negatif, magnet tidak akan terjadi.
Agama Tao atau yang lebih mudah kita kenal dengan Taoisme merupakan agama yang berasal dari Tiongkok. Dari data-data yang ada, maka Agama Tao termasuk agama yang tertua di dunia ini, umumnya diakui sudah ada sejak 7000 tahun yang silam, dan juga merupakan agama yang dianut oleh sebagian besar orang Tionghoa. Data ini tertuang dari tulisan Lu Xun seorang budayawan kondang, dimana beliau menulis bahwa agama Tao adalah agama dan akar utama dari kebudayaan Tionghoa. Tidak heran bila pada akhirnya, agama Tao sampai saat ini masih menjadi agama yang banyak dianut oleh masyarakat Tionghoa.
Akar historisnya, memang harus diakui bahwa di Tiongkok, Taoisme merupakan salah dari apa yang dinamakan “tiga ajaran” (bersama-sama dengan Buddhisme dan Konfusianisme). Taoisme mengalami perubahan secara bertahap secara perlahan dan merupakan penyatuan yang terus menerus antara berbagai macam aliran pemikiran kuno di Cina. Perpaduan dari berbagai macam aliran pemikiran inilah yang menjadi cikal bakal munculnya ajaran Taoisme di tengah-tengah masyarakat Tionghoa yang memiliki kekayaan budaya melimpah.
Kendati demikian, kita tidak bisa memastikan secara detail bagaimana kelahiran, pertumbuhan dan perkembangan Taoisme ini dalam mengarungi sejarah peradaban ummat manusia. Kita juga tidak mengetahui tanggal yang pasti mengenai kelahiran Taoisme, dan tanda-tanda keberadaan unsur-unsur luar yang diserap tidak pernah lenyap darinya. Apabila kita memandang unsur-unsur luar yang memperkaya Taoisme (yang diperoleh melalui inspirasi-inspirasi baru), maka kita akan melihat betapa terbukanya agama ini. Sebuah agama yang memberikan kebebasan kepada pemeluknya agar senantiasa memperteguh keimanan dengan jalan menjaga keharmonisan hati dan pikiran, sehingga bisa diaktualisasikan dalam konteks relasi dengan alam semesta.
Seiring dengan waktu, Taoisme terus berkembang dan mulai menampakkan kegigihannya dalam menciptakan keharmonisan dan kedamaian dunia. Tidak mengherankan, bila Taoisme disebut sebagai agama yang selalu mengalami perkembangan dan evolusi, sehingga selain sulit untuk menentukan waktu kelahirannya, juga sulit untuk menentukan batas-batasnya. Itulah sebabnya, Livia Kohn (1991)[3] mengatakan bahwa Taoisme tidak pernah merupakan suatu agama yang terpadu, dan terbentuk dari kombinasi (berbagai) ajaran yang didasarkan atas beraneka macam sumber asli. Dengan kata lain, Taoisme bukanlah agama yang teraksentuasi pada satu titik ajaran semata, melainkan merupakan perpaduan dari ajaran-ajaran sebelumnya yang telah berkembang dan menjadi bagian dari sumber-sumber asli kebudayaan Cina.
Secara kebetulan, kita memang tidak tahu pasti kelahiran Taoisme dalam sejarah peradaban ummmat manusia, namun untuk mengetahui asal muasalnya kita dapat kembali pada 5000 tahun yang lalu, tatkala sekelompok suku berdiam di tepi Sungai Kuning (Huang He) di Tiongkok Utara. Suku bangsa ini masih belum memiliki identitas kebangsaan. Mata pencaharian sehari- hari mereka adalah berburu, memancing, memelihara ternak, serta bercocok tanam gandum dan padi-padian.
Pada masa itu mereka masih harus menaklukkan kekuatan-kekuatan alam, seperti amukan Sungai Kuning atau hewan-hewan buas yang memangsa ternak mereka. Legenda menyebutkan mengenai pemimpin-pemimpin mereka (kepala suku) yang memiliki kekuatan gaib luar biasa, di mana pemimpin-pemimpin tersebut mampu menaklukkan kekuatan gaib serta banjir Sungai Kuning. Pemimpin itu adalah bernama Yu yang dianggap memiliki kekuatan luar biasa dalam mengatasi berbagai bencana yang datang secara tiba-tiba.
Legenda mengatakan bahwa Yu tidak memiliki ibu dan ia muncul secara langsung dari tubuh ayahnya yang bernama Kun. Saat itu Kun ditugaskan oleh pemimpin suku bernama Shun, untuk menanggulangi banjir Sungai Kuning. Ketika gagal Kun dihukum mati dan mayatnya dibiarkan tergeletak pada sisi gunung. Sementara itu selama tiga tahun, Yu berada dalam tubuh ayahnya yang sudah meninggal. Ajaibnya, ternyata Kun dapat hidup kembali dan menjelma menjadi seekor beruang coklat, ia membelah perutnya sendiri dan mengelurkan putranya, yang bernama Yu.
Legenda-legenda yang dihubungkan dengan Yu memperlihatkan bahwa ia merupakan seorang shaman. Mircea Eliade dalam studinya mengenai shamanisme menyebutkan hal-hal berikut, yang merupakan pengalaman spiritual umum seorang shaman: terbang ke langit, melakukan tarian untuk mendatangkan kekuatan (seperti yang dilakukan dukun Indian Amerika serta suku-suku di Afrika), penerimaan pesan- pesan dari para makhluk suci, kemampuan untuk berbicara dengan hewan, kekuatan atas unsur-unsur alam, penyembuhan, serta pengetahuan mengenai tanaman obat-obatan.
Berangkat dari akar kelahiranTaoisme yang menuai perdebatan ini, saya akan mencoba menelusuri lebih mendalam terkait dengan penggunaan nama Tao sebagai organisasi keagamaan bagi masyarakat Tionghoa. Di sadari atau tidak, kemunculan Taoisme di tengah-tengah masyarakat Tionghoa, ternyata telah memberikan perubahan dan warnai yang berbeda dalam konteks keberagamaan mereka, sehingga misteri spiritualitas yang mereka anut pun berubah sekita manakala ajaran Taoisme berkembang pesat dan menjadi bagian dari kegiatan keagamaan bagi masyarakat secara menyeluruh.
Tidak heran, bila agama Tao atau Taoisme diyakini berasal dari Kaisar Kuning (Wang Di), yang kemudian dikembangkan langsung oleh Lao Zi dan terorganisasi menjadi sebuah institusi Keagamaan (Agama Tao) yang lengkap oleh Zhang Tao Ling. Pergulatan pemikiran yang berkembang ketika itu, secara perlahan-lahan bisa mempengaruhi aktifitas keagamaan masyarakat Tionghoa sendiri. Bila ditelisik secara lebih seksama, ternyata dibalik kekuatan ajaran Taoisme, mengandung unsur-unsur keharmonisan dan keselarasan yang mampu menciptakan tatanan sosial yang lebih mencerahkan. Kekuatan ajaran yang terrefleksi dalam bingkai Taoisme, secara tidak langsung juga memberikan pengaruh pada sikap dan perilaku kemanusiaan masyarakat sehingga nilai substantif yang terkandung di dalamnya membawa perubahan besar bagi penganutnya.
Perjalan sejarah yang panjang ini, membuat Taoisme mulai dirilik oleh masyarakat sekitar sehingga cakrawala pemikiran yang tersirat dari pesan-pesan dasar Taoisme mengakar kuat dengan perlahan dan menjanjikan. Taoisme selain telah berjasa dalam menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat di Tiongkok selama beribu-ribu tahun, ia juga telahmemberikan banyak sumbangan terhadap kemajuan sastra, budaya, ilmu astronomi, ilmu pengobatan, filsafat dan cara berpikir masyarakat Tionghoa dimanapun mereka berada.
Pada jaman FU XI sekitar tahun 5000 SM, FU XI telah menggunakan teori dan perhitungan BA-KUA (Delapan Penjuru) untuk menjelaskan tentang sistem Astronomi, menentukan hal-hal yang penting yang berhubungan dengan ramalan kehidupan seseorang, serta menentukan cara-cara ritual penyembahan Dewa/Dewi.
Sampai pada jamannya Wang Di (Kaisar Kuning) 2698 SM, mulai dikemukakan teori tentang kaidah-kaidah alamiah dan teori tentang masalah kehidupan dan kematian. Wang Di juga merupakan tokoh yang pertama menjalankan pemerintahannya berdasarkan ajaran Tao. Pada jaman Dinasti Kerajaan Chow, muncul seorang bijaksana yang mempunyai nama besar yaitu Lao Zi. Beliau pernah bertugas sebagai pejabat yang menjaga dan merawat perpustakaan buku-buku yang dimiliki kerajaan Chow. Karena itu,beliau mempunyai kesempatan untuk membaca semua buku-buku dan menguasai teori-teori yang diajarkan oleh Wang Di.
Ini membuat beliau sangat menyanjung keagungan alam yang telah menghidupi semua makhluk hidup, termasuk manusia, namun beliau juga mengajarkan bahwa dibalik semuanya itu pasti ada yang menciptakannya yang bersifat maha Agung; maha Mulia dan maha Esa, hanya saja sulit bagi beliau untuk memberikan sebutan atau nama yang tepat bagi Pencipta Alam Semesta yang maha Besar ini.
Akhirnya Laozi meminjam kata “Tao”, untuk memberi nama bagi “sumber” dari segala sesuatu yang tercipta di alam semesta ini. Menurut Lao Zi, Tao adalah sumber terciptanya segala sesuatu yang ada dalam alam semesta ini. Cara berpikir beliau jauh melampaui jamannya ketika itu, ditambah ajaran-ajarannya yang menjunjung tinggi kebajikan dan menentang kebiadaban, maka akhirnya ajaran Lao Zi bersama-sama ajaran Wang Di dikenal orang sebagai ajaran Wang-Lao (Wang-Lao Tao/ Filsafat ajaran Wang Di dan Lao Zi) sampai sekarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar