Kamis, 03 November 2016

Filsafat Epistemologi



Filsafat Epistemologi
Epistemologi atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Epistemologi derivasinya dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos,theory.Epistemologi adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang mengitari teori ilmu pengetahuan.Epistemologi bertalian dengan definisi dan konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum (objek).Atau dengan kata lain,epistemologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat.Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan karakter pengetahuan,bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Manusia dengan latar belakang,kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti,dari manakah saya berasal?Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam?.Apa hakikat manusia?.Tolok ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia?.Apa faktor kesempurnaan jiwa manusia?.Mana pemerintahan yang benar dan adil?Mengapa keadilan itu ialah baik?Pada derajat berapa air mendidih?Apakah bumi mengelilingi matahari atau sebaliknya?.Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.Tuntutan fitrah manusia dan rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.

Pada dasarnya, manusia ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak diketahuinya.Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
o   Hakikat itu ada dan nyata;
o    Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang hakikat itu;
o   Hakikat itu bisa dicapai,diketahui,dan dipahami;
o    Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan,dan makrifat atas hakikat itu.
Akal dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya,dan jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan suatu pertanyaan yang baru,misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang hakikat itu bersesuaian dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya?Apakah kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu?.Sangat mungkin pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi yang ada di antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia?
Persoalan-persoalan terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya,yakni persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu ada,akan tetapi pada persoalan-persoalan terakhir ini,keberadaan hakikat itu justru masih menjadi masalah yang diperdebatkan.Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut ini.Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang berbeda,lantas dia meneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai pertanyaan-pertanyaan tentangnya.
Dengan perantara teropong itu sendiri,dia berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda yang dilihatnya.Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya:Dari mana Anda yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna,bentuk dan ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong itu memiliki ukuran besar atau kecil?.Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh teropong.Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran yang dihasilkan oleh teropong.Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang keberadaan realitas eksternal,akan tetapi yang dipersoalkan adalah keabsahan teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang jauh.
Keraguan-keraguan tentang hakikat pikiran,persepsi-persepsi pikiran,nilai dan keabsahan pikiran,kualitas pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran hasil pikiran,dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat dan mencerap objek eksternal,masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan kekinian bagi manusia.Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal dan terkadang kita membahas tentang ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan memperhatikan definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin penting akan dijelaskan:
       I.            Cakupan pokok bahasan,
yakni apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut adalah sebagai berikut:
o   Makna leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan,kemahiran dan juga meliputi ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para malaikat dan ilmu manusia.
o    Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala bentuk penyingkapan.Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam.Makna ini mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
o    Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
o    Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
o    Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
o    Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan masalah-masalah sejarah dan geografi.
o   Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.

    II.            Sudut pembahasan,
yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas,karena ilmu dan makrifat juga dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan dibidang ontologi dan filsafat.
Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika.Dan ilmu psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan pengetahuan.Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek dalam epistemologi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar