Filsafat Epistemologi
Epistemologi
atau Teori Pengetahuan berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan,
pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan
tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai
metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme,
metode kontemplatis dan metode dialektis.
Epistemologi derivasinya
dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan
gabungan dua kalimat episteme, pengetahuan; dan logos,theory.Epistemologi
adalah cabang ilmu filasafat yang menengarai masalah-masalah filosofikal yang
mengitari teori ilmu pengetahuan.Epistemologi bertalian dengan definisi dan
konsep-konsep ilmu, ragam ilmu yang bersifat nisbi dan niscaya, dan relasi
eksak antara 'alim (subjek) dan ma'lum (objek).Atau dengan kata lain,epistemologi
adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat,dan
bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan
sebuah model filsafat.Dengan pengertian ini epistemologi tentu saja menentukan
karakter pengetahuan,bahkan menentukan “kebenaran” macam apa yang dianggap
patut diterima dan apa yang patut ditolak.
Manusia dengan latar
belakang,kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan yang berbeda mesti
akan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti,dari manakah saya
berasal?Bagaimana terjadinya proses penciptaan alam?.Apa hakikat manusia?.Tolok
ukur kebaikan dan keburukan bagi manusia?.Apa faktor kesempurnaan jiwa
manusia?.Mana pemerintahan yang benar dan adil?Mengapa keadilan itu ialah
baik?Pada derajat berapa air mendidih?Apakah bumi mengelilingi matahari atau
sebaliknya?.Dan pertanyaan-pertanyaan yang lain.Tuntutan fitrah manusia dan
rasa ingin tahunya yang mendalam niscaya mencari jawaban dan solusi atas
permasalahan-permasalahan tersebut dan hal-hal yang akan dihadapinya.
Pada dasarnya, manusia
ingin menggapai suatu hakikat dan berupaya mengetahui sesuatu yang tidak
diketahuinya.Manusia sangat memahami dan menyadari bahwa:
o Hakikat
itu ada dan nyata;
o Kita bisa mengajukan pertanyaan tentang
hakikat itu;
o Hakikat
itu bisa dicapai,diketahui,dan dipahami;
o Manusia bisa memiliki ilmu, pengetahuan,dan
makrifat atas hakikat itu.
Akal
dan pikiran manusia bisa menjawab persoalan-persoalan yang dihadapinya,dan
jalan menuju ilmu dan pengetahuan tidak tertutup bagi manusia.
Apabila manusia melontarkan
suatu pertanyaan yang baru,misalnya bagaimana kita bisa memahami dan meyakini
bahwa hakikat itu benar-benar ada? Mungkin hakikat itu memang tiada dan
semuanya hanyalah bersumber dari khayalan kita belaka? Kalau pun hakikat itu
ada, lantas bagaimana kita bisa meyakini bahwa apa yang kita ketahui tentang
hakikat itu bersesuaian dengan hakikat eksternal itu sebagaimana adanya?Apakah
kita yakin bisa menggapai hakikat dan realitas eksternal itu?.Sangat mungkin
pikiran kita tidak memiliki kemampuan memadai untuk mencapai hakikat
sebagaimana adanya, keraguan ini akan menguat khususnya apabila kita mengamati
kesalahan-kesalahan yang terjadi pada indra lahir dan kontradiksi-kontradiksi
yang ada di antara para pemikir di sepanjang sejarah manusia?
Persoalan-persoalan
terakhir ini berbeda dengan persoalan-persoalan sebelumnya,yakni
persoalan-persoalan sebelumnya berpijak pada suatu asumsi bahwa hakikat itu
ada,akan tetapi pada persoalan-persoalan terakhir ini,keberadaan hakikat itu justru
masih menjadi masalah yang diperdebatkan.Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh
berikut ini.Seseorang sedang melihat suatu pemandangan yang jauh dengan
teropong dan melihat berbagai benda dengan bentuk-bentuk dan warna-warna yang
berbeda,lantas dia meneliti benda-benda tersebut dengan melontarkan berbagai
pertanyaan-pertanyaan tentangnya.
Dengan perantara teropong
itu sendiri,dia berupaya menjawab dan menjelaskan tentang realitas benda-benda
yang dilihatnya.Namun, apabila seseorang bertanya kepadanya:Dari mana Anda
yakin bahwa teropong ini memiliki ketepatan dalam menampilkan warna,bentuk dan
ukuran benda-benda tersebut? Mungkin benda-benda yang ditampakkan oleh teropong
itu memiliki ukuran besar atau kecil?.Keraguan-keraguan ini akan semakin kuat
dengan adanya kemungkinan kesalahan penampakan oleh
teropong.Pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan keabsahan dan kebenaran
yang dihasilkan oleh teropong.Dengan ungkapan lain, tidak ditanyakan tentang
keberadaan realitas eksternal,akan tetapi yang dipersoalkan adalah keabsahan
teropong itu sendiri sebagai alat yang digunakan untuk melihat benda-benda yang
jauh.
Keraguan-keraguan tentang
hakikat pikiran,persepsi-persepsi pikiran,nilai dan keabsahan pikiran,kualitas
pencerapan pikiran terhdap objek dan realitas eksternal, tolok ukur kebenaran
hasil pikiran,dan sejauh mana kemampuan akal-pikiran dan indra mencapai hakikat
dan mencerap objek eksternal,masih merupakan persoalan-persoalan aktual dan
kekinian bagi manusia.Terkadang kita mempersoalkan ilmu dan makrifat tentang
benda-benda hakiki dan kenyataan eksternal dan terkadang kita membahas tentang
ilmu dan makrifat yang diperoleh oleh akal-pikiran dan indra. Semua persoalan
ini dibahas dalam bidang ilmu epistemologi.
Dengan memperhatikan
definisi epistemologi, bisa dikatakan bahwa tema dan pokok pengkajian
epistemologi ialah ilmu, makrifat dan pengetahuan.Dalam hal ini, dua poin
penting akan dijelaskan:
I.
Cakupan pokok bahasan,
yakni
apakah subyek epistemologi adalah ilmu secara umum atau ilmu dalam pengertian
khusus seperti ilmu hushûlî.Ilmu itu sendiri memiliki istilah yang berbeda dan
setiap istilah menunjukkan batasan dari ilmu itu. Istilah-istilah ilmu tersebut
adalah sebagai berikut:
o Makna
leksikal ilmu adalah sama dengan pengideraan secara umum dan mencakup segala
hal yang hakiki, sains, teknologi, keterampilan,kemahiran dan juga meliputi
ilmu-ilmu seperti hudhûrî, hushûlî,ilmu Tuhan, ilmu para malaikat dan ilmu
manusia.
o Ilmu adalah kehadiran (hudhûrî) dan segala
bentuk penyingkapan.Istilah ini digunakan dalam filsafat Islam.Makna ini
mencakup ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî.
o Ilmu yang hanya dimaknakan sebagai ilmu
hushûlî dimana berhubungan dengan ilmu logika (mantik).
o Ilmu adalah pembenaran (at-tashdiq) dan hukum
yang meliputi kebenaran yang diyakini dan belum diyakini.
o Ilmu ialah kebenaran dan keyakinan yang
bersesuaian dengan kenyataan dan realitas eksternal.
o Ilmu ialah kumpulan proposisi-proposisi
universal yang saling bersesuaian dimana tidak berhubungan dengan
masalah-masalah sejarah dan geografi.
o Ilmu
ialah kumpulan proposisi-proposisi universal yang bersifat empirik.
II.
Sudut pembahasan,
yakni apabila subyek epistemologi adalah ilmu dan
makrifat, maka dari sudut mana subyek ini dibahas,karena ilmu dan makrifat juga
dikaji dalam ontologi, logika, dan psikologi.Sudut-sudut yang berbeda bisa
menjadi pokok bahasan dalam ilmu. Terkadang yang menjadi titik tekan adalah
dari sisi hakikat keberadaan ilmu. Sisi ini menjadi salah satu pembahasan
dibidang ontologi dan filsafat.
Sisi pengungkapan dan kesesuian ilmu dengan realitas
eksternal juga menjadi pokok kajian epistemologi. Sementara aspek penyingkapan
ilmu baru dengan perantaraan ilmu-ilmu sebelumnya dan faktor riil yang menjadi
penyebab hadirnya pengindraan adalah dibahas dalam ilmu logika.Dan ilmu
psikologi mengkaji subyek ilmu dari aspek pengaruh umur manusia terhadap
tingkatan dan pencapaian suatu ilmu. Sudut pandang pembahasan akan sangat
berpengaruh dalam pemahaman mendalam tentang perbedaan-perbedaan ilmu.
Dalam epistemologi akan dikaji kesesuaian dan
probabilitas pengetahuan, pembagian dan observasi ilmu, dan batasan-batasan
pengetahuan.Dan dari sisi ini, ilmu hushûlî dan ilmu hudhûrî juga akan menjadi
pokok-pokok pembahasannya. Dengan demikian, ilmu yang diartikan sebagai
keumuman penyingkapan dan pengindraan adalah bisa dijadikan sebagai subyek
dalam epistemologi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar