Minggu, 06 November 2016

Pemikiran Auguste Comte



Pemikiran Auguste Comte

Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap atau 3 zaman, yaitu zaman teologis, zaman metafisis, dan zaman ilmiah atau zaman positif.
1        Tahap Teologis
Pada zaman atau tahap teologis orang mengarahkan rohnya kepada hakekat batiniah segala sesuatu. Jadi orang masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan yang mutlak. Oleh karena itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin, bahwa di belakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Pada tahap ini terdapat 3 tahap lagi, yaitu: a) tahap yang paling bersahaja atau primitif, ketika orang menganggap, bahwa segala benda berjiwa (animisme); b) tahap ketika orang menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati yang melatarbelakanginya, sedemikian rupa, sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewanya sendiri (politeisme); c) tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
2        Tahap Metafisik
Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan-kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian atau dengan pengada-pengada yang lahiriah yang kemudian dipersatukan dengan sesuatu yang bersifat umum yang disebut alam dan yang dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
3        Tahap Positif
Zaman positif adalah zaman ketika orang tahu bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis, maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada di belakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau disajikan padanya, yaitu dengan pengamatan dan dengan memakai akalnya. Pada zaman ini pengertian “menerangkan” berarti: fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan dengan suatu fakta yang umum. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur di bawah satu fakta yang umum saja.
Hukum 3 zaman atau 3 tahap di atas bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri. Seperti contoh: sebagai kanak-kanak orang adalah seorang teolog, sebagai pemuda ia menjadi seorang metafisikus dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.
Contoh praktisnya adalah dalam pelajaran matematika sebuah rumus bagi anak-anak hanya dijadikan sebuah teori dan tidak ada usaha untuk mengkritisinya atau mempraktekannya. Ketika remaja dia sudah mulai mengkritisi dan mempraktekannya dan mempunyai gambaran-gambaran atau abstraksi metafisik tentang rumus tersebut. Dan ketika sudah dewasa dia telah menemukan hasil dari nilai praktis rumus tersebut.

 Prinsip-prinsip Keteraturan Sosial
            Sejalan dengan perspektif organiknya, Comte sangat menerima saling ketergantungan yang harmonis antara bagian-bagian masyarakat, dan sumbangan terhadap bertahannya stabilitas sosial. Meskipun keteraturan sosial dapat terancam oleh anarki sosial, moral, dan intelektual, selalu akan diperkuat kembali. Analisis Comte mengenai keteraturan sosial dapat dibagi dalam dua fase.Pertama, usaha untuk menjelaskan keteraturan sosial secara empiris dengan menggunakan metode positif.Kedua, usaha untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif dengan menggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan positivisme, tetapi yang menyangkut perasaan juga intelek.
Menurut comte, individu dipengaruhi dan dibentuk oleh lingkungan sosial, sehingga satuan masyarakat asasi adalah bukan individu-individu, melainkan keluarga. Dalam keluargalah individu diperkenalkan kepada masyarakat.
Keteraturan sosial juga bergantung pada pembagian pekerjaan dan kerja sama ekonomi. Individu menjalankan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan individunya. Akan tetapi begitu pembagian pekerjaan muncul, partisipasi individu dalam kegiatan ekonomi menghasilkan kerja sama, kesadaran akan saling ketergantungan dan muncul ikatan-ikatan sosial baru. Pembagian pekerjaan meningkat bersama industrialisasi, dan bertambahnya spesialisasi yang berhubungan dengan itu mendorong individualisme, sekaligus meningkatkan derajat saling ketergantungan.Jadi, keteraturan yang stabil dalam suatu masyarakat kompleks, berbeda dengan masyarakat primitif yang berstruktur longgar dan berdiri sendiri, berstandar pada saling ketergantungan itu yang perkembangannya dibantu oleh pembagian pekerjaan yang sangat tinggi.
Agama Humanitas
Wawasan Comte tentang konsekuensi-konsekuensi agama yang menguntungkan dan ramalannya terhadap tahap positif postreligius dalam evolusi manusia menghadapkan dia pada masalah rumit. Melirik fakta sejarah, ia tidak bisa menafikan peran penting agama terhadap keteraturan sosial yang paling utama. Akan tetapi, kalau dilihat dalam perspektif ilmiah (positif), agama didasarkan pada kekeliruan intelektual asasi yang mula-mula sudah berkembang pada saat-saat awal perkembangan intelektual manusia. Lalu, pertanyaan rumit yang dihadapi Comte adalah bagaimana keteraturan sosial itu  dapat dipertahankan dalam masyarakat positif pada masa-masa yang akan datang, Dengan satu dasar tradisi pokok mengenai keteraturan sosial yang digali oleh positivisme.
Mengatasi masalah tersebut, Comte kemudian mengemukakan gagasan untuk mendirikan satu agama baru yakni agama Humanitas, dan mengangkat dirinya sebagai imam agung agama tersebut.Ini aspek kedua dari perhatian Comte mengenai keteraturan sosial.Aspek pertama meliputi suatu analisis objektif mengenai sumber-sumber stabilitas dalam masyarakat, sedangkan aspek kedua ini meliputi usaha meningkatkan keteraturan sosial dengan agama Humanitas sebagai cita-cita normatifnya.
Gagasan Comte mengenai satu masyarakat positive di bawah bimbingan moral agama Humanitas makin lama makin terperinci.Misalnya, dia menyusun satu kelender baru dengan hari-hari tertentu untuk menghormati ilmuan-ilmuan besar dan lainnya, yang sudah bekerja demi kemanusiaan dan kemajuan manusia. Akan ada beberapa ritus doa yang disusun untuk menyalurkan hasrat-hasrat individu dan memasukkannya ke dalam “the great being of humanity”. Selain itu, ada juga ritual dimana Comte sebagai imam agung berlutut didepan altarnya sambil memegang seikat rambut kepala Cothilde de Vaux.Ia juga bahkan mengusulkan agar kuburan de Vaux dijadikan sebagai tempat ziarah. Dalam agama baru ini,  moralitas tertinggi adalah cinta dan pengabdian kepada kemanusiaan. Allah pada abad pertengahan digantikan dengan “Le Grand Etre” (Ada Agung), yakni Kemanusiaan.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Comte membagi ilmu pengetahuan berdasarkan gejala-gejala dan penampakan-penampakan, yang mana ilmu pengetahuan harus disesuaikan oleh itu semua. Segala gejala yang dapat diamati hanya akan dapat dikelompokan dalam beberapa pengertian saja. Pengelompokkan itu dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga penelitian tiap kelompok menjadi dasar bagi penelitian kelompok berikutnya.Sehingga terjadilah dikotomi ilmu pengetahuan yang mana asal mualanya adalah satu. Lalu terjadi dikotomi dari ilmu pengetahuan itu berdasarkan gejala yang diamati lalu muncullah kelompok peneliti lain yang memungkinkan dikotomi yang lain hingga mencapai gejala yang paling sederhana. Gejala yang sederhana ini adalah gejala yang tidak memiliki kekhususan hal-hal yang individual.
Comte membagi-bagikan segala gejala yang pertama-tama dalam dua hal yaitu gejala yang bersifat organis dan yang tidak bersifat anorganis.Yang dimaksud dengan sifat organis adalah segala hal yang bersifat makhluk hidup.Dan sifat anorganik adalah yang tidak bersifat hidup. Menurutnya dalam mempelajari yang organis harus terlebih dahulu mempelajari hal-hal yang bersifat anorganis, karena dalam makhluk hidup terdapat hal-hal yang kimiawi dan mekanis dari alam yang anorganis, contoh: manusia yang makan, yang mana didalamnya terdapat proses kimiawi dari sesuatu yang anorganis yaitu makanan.
Ajaran tentang segala sesuatu yang anorganis dibagi menjadi dua hal yaitu tentang astronomi, yang mempelajari segala gejala umum yang ada dijagat raya dan tentang fisika serta kimia yang mempelajari segala gejala umum yang terjadi dibumi. Menurutnya, pengetahuan tentang fisika harus didahulukan, sebab proses-proses kimiawi lebih rumit dibanding dengan proses alamiah dan tergantung daripada proses alamiah.
Dan ajarannya tentang yang organis juga dibagi menjadi dua bagian yaitu: proses-proses yang berlangsung dalam individu-individu dan proses-proses yang berlangsung dalam jenisnya yang lebih rumit. Ilmu yang diusahakan disini adalah ilmu biologi, yang menyelidiki proses dalam individu. Kemudian muncul sosiologi yang menyelidiki gejala-gejala dalam hidup kemasyarakatannya dan ilmu sosial baru harus dibentuk atas dasar pengamatan dan pengalaman (pengetahuan positif)
Demikianlah sosiologi yang menurutnya menjadi puncak bangunan ilmu pengetahuan.Akan tetapi ilmu ini baru dapat berkembang jika segala sesuatu telah mencapai kedewasaanya.

Kedudukan Ilmu Pasti dan Psikolog
Kedudukan ilmu pasti yang mana ilmu pasti bukan sebagai sesuatu yang bersifat empiris, dan bagaimana dengan psikologi yang berarti mempelajari jiwa manusia, diri sendiri ataupun orang lain. Menurut Comte ilmu pasti merupakan dasar dari filsafat karena ia memiliki dalil-dalil yang bersifat umum dan paling abstrak, dalam hal ini ia setuju dengan Descartes dan Newton. Dan menurutnya pula bahwa ilmu pasti adalah ilmu yang paling bebas.
Sedangkan psikologi tidak diberi ruang dalam system Comte. Hal ini sesuai dengan pendapatnya bahwa manusia tidak akan pernah menyelidiki diri sendiri. Tetapi orang masih dapat menyelidiki nafsu-nafsunya karena menurutnya nafsu-nafsu itu terpisah dari manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar