Filsafat Dinamisme, Muhammad Iqbal
Secara etimologis, dinamisme berasal dari kata Yunani dynamis
atau dynaomos yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi dinamisme adalah
kepercayaan pada kekuatan gaib yang misterius. Tujuan beragama pada dinamisme
adalah untuk mengumpulkan kekuatan gaib atau mana (dalam bahasa ilmiah) sebanyak
mungkin.
Kekuatan gaib itu terdapat di dalam benda-benda seperti
keris, patung, gunung, pohon besar, dll.
Pemikiran dari seorang filsuf Muhammad Iqbal, mengenai
kemunduran dan kemajuan umat Islam mempunyai pengaruh pada gerakan pembaharuan
dalam Islam. Sama dengan pembaharu-pembaharu lain, ia berpendapat bahwa
kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir disebabkan oleh kebekuan dalam
pemikiran. Hukum dalam Islam telah sampai pada keadaan statis. Kaum konservatif
dalam Islam berpendapat bahwa rasionalisme yang ditimbulkan golongan muktazilah
akan membawa pada disintegrasi dan dengan demikian berbahaya bagi kestabilan
Islam sebagai kesatuan politik. Untuk memelihara kesatuan itu, kaum konservatif
tersebut lari ke syariat sebagai alat yang ampuh untuk membuat umat tunduk dan
diam.
Sebab lain terletak pada pengaruh zuhud yang
terdapat dalam ajaran tasawuf. Menurut tasawuf yang mementingkan zuhud,
perhatian harus dipusatkan pada tuhan dan apa yang berada dibalik alam materi.
Hal itu akhirnya membawa kepada keadaan umat yang kurang mementingkan soal
kemasyarakatan dalam Islam.
Sebab utama ialah hancurnya Baghdad, sebagai
pusat kemajuan pemikiran umat Islam dipertengahan abad ke-13. Untuk mengelakkan
disintegrasi yang lebih dalam, kaum konservatif melihat bahwa perlu diusahakan
dan dipertahankan keseragaman hidup sosial dari seluruh umat. Untuk itu mereka
menolak segala pembaharuan dalam bidang syariat dan berpegang teguh pada
hukum-hukum yang telah ditentukan ulama terdahulu. Pintu ijtihad mereka tutup.
Hukum dalam Islam sebenarnya menurut iqbal,
tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Yang pertama berontak terhadap
pendapat bahwa keempat madzhab telah membahas segala persoalan secara final dan
dengan demikian ijtihad tidak diperlukan lagi, adalah Ibnu Taimiyah yang lahir
pada tahun 1263, yaitu lima tahun sesudah jatuhnya Baghdad. Pendapat bahwa
pintu ijtihad tidak tertutup di anut kemudian oleh Muhammad Abdul Wahab.
Pada zaman modern, ijtihad telah semenjak lama dijalankan di Turki. Diantara
semua Negara Islam, berulah umat Islam Turkilah yang melepaskan diri dari
belenggu dogmatisme. Dan bangsa Turki pulalah yang mempergunakan hak kebebasan
berfikir yang terdapat dalam Islam.
Al-qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal
terhadap ayat atau tanda yang terdapat dalam alam seperti matahari, bulan,
pertukaran siang menjadi malam dan sebagainya. Orang yang tidak peduli dan
tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan tinggal buta terhadap masa yang akan
datang. Yang pada akhirnya hanya melahirkan manusia-manusia yang memahami
Al-qur’an sebatas hukum dalam syari’ah saja, tanpa menghiraukan
kemu’jizatan-kemu’jizatan lain dalm Al-qur’an, seperti i’jazul ilmi.
Konsep Islam mengenai alam adalah senantiasa
berkembang. Islam menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam ini bersifat
statis. Islam mempertahankan konsep dinamisme dan mengakui adanya gerak dan
perubahan dalam hidup sosial manusia. Kemajuan serta kemunduran di buat
tuhan silih berganti diantara bangsa-bangsa yang mendiami bumi ini, menurut
Iqbal mengandung arti dinamisme. Dan prinsip yang dipakai dalam
soal gerak dan perubahan itu adalah ijtihad. Ijtihad mempunyai kedudukan
penting dalam pembaharuan dalam Islam.
Paham dinamisme Islam
yang ditonjolkan inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam
pembaharuan di India. Dalam syair-syairnya ia mendorong umat Islam supaya
bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah bergerak, sedang hukum
hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat Islam supaya bangun dan
menciptakan dunia baru. Karena tingginya ia menghargai gerak, hingga ia
menyebut bahwa kafir yang aktif lebih baik dari muslim yang suka tidur.[5]
Dalam pembaharuannya Iqbal tidak berpendapat
bahwa baratlah yang harus dijadikan model. Kapitalisne dan imperialism barat
tidak dapat diterimanya. Barat menurut penilaiannya, amat banyak di pengaruhi
oleh materialisme dan telah mulai meniggalkan agama. Yang harus diambil umat
Islam dari barat hanyalah ilmu pengetahuannya. Ia tidak suka dengan hal yang
berbau materialistis, seperti telah disinggung, bahwa Muhammad Iqbal adalah
adalh seorang nasionalis India. Tapi, kemudian ia ubah pandangannya.
Nasionalisme ia tentang, karena dalam nasionalisme seperti yang ia jumpai di
Eropa, ia melihat bibit materialism dan atheisme dan menurutnya, keduanya
merupakan ancaman besar bagi peri kemanusiaan.
Tujuan Dari Filsafat Dinamisme Muhammad Iqbal
Setelah mengetahhui secara teori pemikiran Iqbal
mengenai dinamisme Islam maka dapat diambil pengertian, bahwa beberpa tujuan
yang ingin dicapai dari pemikiran dinamisme Islam adalah :
·
Perubahan pemahaman terhadap alam atau kenyataan. Yaitu usaha
mengembalikan pemahaman itu kepada pemahaman umat Islam terdahulu, bahwa dunia
lapangan usaha, gerak, dan pengetahuan manusia. Jadi, ia bukanlah suatu yang
harus ditakuti atau dianggap buruk.
·
Pengungkapan beberapa prinsip-prinsip Islam yang semuanya
merupakan faktor-faktor yang mendorong manusia bergerak dan berusaha di alam
raya ini.
·
Mengubah pola pikir manusia dari statis kearah yang dinamis.
·
Mengubah pemikiran umat Islam agar sesuai dengan perkembangan
IPTEK dan falsafah modern agar Islam tidak ketinggalan zaman.
·
Mengubah pemikiran agar mau untuk membuka pintu ijtihad, karena
menurutnya pintu ijtihad tidak pernah akan tertutup.
Jadi Muhammad Iqbal dengan gerakan reformasi
pemikiran keagamaan dalam Islam itu, menginginkan kembalinya kejayaan bagi umat
Islam. Kejayaan bukan lantaran mengikuti salah satu filsafat barat, tetapi
karena pemahaman yang benar tentang Islam seperti pemahaman orang-orang muslim
pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar