Minggu, 18 Desember 2016

Aliran Pemikiran Filsafat Kontemporer Barat dan Timur Tengah



Aliran Pemikiran Filsafat Kontemporer  Barat dan Timur Tengah

            Pada era “modern”—dilewati bangsa Barat pasca Immanuel Kant, dua setengah abad yang lalu—bangsa Barat hidup dengan konsep sistem nilai baru, struktur sosial-budaya pun sama, dengan sebelumnya pra-syarat Rasional, juga dengan ciri-cirinya yang orisinil. Sejauh yang terkait pemikiran filsafat barat kontemporer secara periodik, ada beberapa aliran pemikiran yang dominan yang semarak.
            Pertama, tipologi strukturalisme. Tipologi ini memusatkan perhatiannya pada masyarakat sebagai sistem, di mana fenomena-fenommena tertentu menggambarkan “suatu kenyataan sosial yang menyeluruh.”, atau pada landasan epistemologi (canguilhen) akan menggeser inti bahasan dari pemikiran esensialis tentang masyarakat dan pengetahuan kepada wacana yang melihatnya sebagai ciri-ciri struktural fenomena ini, baik cirri differensial ataupun relasional.

            Tipologi ini diwakili oleh Gaston Bachelard, seorang ahli epistemologi, ahli filsafat ilmu dan teoritisasi tentang imajinasi. Dia adalah tokoh kunci dari generasi strukturalis dan post-srukturalis di era sesudah perang. George Canguilhem, pelopor sebuah filsafat pengetahuan, rasionalitas dan tentang konsep-filsafat dengan landasan yang lebih kental.
            Selanjutnya, bapak psikoanalis, Sigmund Freud (1856-1939 M.) merupakan sosok yang amat kontroversial dengan hipotesanya yang amat mengerikan. Khususnya bagi kaum teolog- yang melihat frued hanya sebagai ateis, materialis.
            Selain para pemikir di atas, masih dapat kita jumpai para pemikir semisal al-Thuser (1918-1990 M.), Pierre Bourdieu (1930-1982 M.), Jacques Lacan (1901 M.)
            Tipologi kedua, Post-Strukturalisme. Pada fase ini, pemikiran diwarnai dengan varietas pemahaman dalam berbagai segi, sekaligus meninjau tulisan sebagai sumber subjektivitas dan kultur yang bersifat paradoks, yang sebelumnya merupakan hal yang bersifat sekunder. Ketidakpuasan akan pra-anggapan tertentu tentang subjektifitas dan bahasa (misalnya, pengutamaan wicara dibanding dengan tulisan) menuntut akan munculnya pemikiran ini.
            Tipologi ini diwakili oleh Nietzche (1844-1900 M.), prinsip yang diusulkan sebagai suatu kebenaran koheren dan mendasar, beraneka ragam fakta serta penampilannya adalah bersifat idealis.
            Selanjutnya adalah Michel Foucault (1926-1984 M.), seorang sejarawan, psikolog dan sexolog yang paling cemerlang pada masanya.
            Tipologi ketiga, post-marxisme. Tipologi ini merupakan elaborasi lebih lanjut dari marxisme dengan karakter dan corak pemikiran yang sangat berbeda.
            Mereka menggunakan Marx untuk untuk mengembangkan sebuah strategi kritik yang sebenarnya di tujukan kepada ‘kapitalisme modern’.
            Para filsuf yang mempunyai kecenderungan berfikir post-Marxisme adalah para pemikir seperti Hannah Arendt, Jurgen Habermas dan Theodor Adorno.
           
Aliran Pemikiran Filsafat Kontemporer  Islam.
            Filsafat di dunia Islam merupakan benih pembaharuan, meski hasil asimilasi dari budaya asing. Namun sangat disayangkan tak pernah bernafas panjang. Di dunia Islam timur, filsafat lenyap atas jasa Hujjatul Islam al-Imam al-Ghozali, dengan kitabnya Tahafut al-falasifah. Sedang di dunia Islam barat, matinya filsafat setelah wafatnya Ibnu Rusyd (1198 M.) berakhir pula pengaruh filssafat paripatetik. Setelah ini, filsafat secara geografis berpindah ke Negri para Mullah, Iran, sebagai akibat dari pengaruh metafisika Yunani dan Hindu. Maka kita bisa mengenal Ibn Arabim, al-Hallaj, dan Suhrawardi al-Maqtul sebagai pendekar filsafat gnostik Persia ternama. Kemudian Islam mengalami masa skolastik (kegelapan) yang berlangsung kurang lebih dua abad.
            Islam terbangun dengan infasi Napoleon Bonaparte di Mesir tahun 1798 M, dengan disusul berdirinya negri-negri independen yang mengatasnamakan Nasionalisme. Sementara dinasti Ottoman sebagai representasi kekuatan Islam kala itu, telah dilumpuhkan dan digerogoti luar-dalam. Datangnya Napoleon merupakan titik tolak pembaharuan pemikiran Arab-Islam.

            Kemudian muncullah para pemikir rekonstruktif lain semisal Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh. Mereka sepakat guna memerangi keterbelakangan dan kolonialisme yang didasari dengan penafsiran-penafsiran rasionalis terhadap ayat-ayat Tuhan.
            Gerak radikal pemikiran barat yang menyematkan Immanuel kant sebagai puncak modernisasi filsafat menorehkan berbagai macam pertimbangan humanis-rasionalis yang semena-mena tidak boleh dialienasikan, apalagi dinilai sebagai wujud kolonialisme modern atas dunia Islam. Feminisme, rasionalisme dan modernisme adalah fakta perjuangan cendekiawan muslim yang berupaya mengeluarkan khazanah pemikiran Islam dari stagnansi masa skolastik dimana agama, lapukan sejarah dan literatur keilmuan telah menjadi Tuhan.
            Ideologi yang digambarkan oleh al-Jabiri atas dunia Arab-Islam masih saja dipahami secara literal dan melahirkan sikap antipati terhadap perkembangan pemikiran Barat. Angan mitologis atau mistisisme yang telah menghantui modernisme Islam sudah selayaknya dihancurlantakkan lalu menaruh sikap inklusif sebagai jembatan pembaharuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar